Skip to main content

Runtuhnya Kembali Majapahit

Runtuhnya Kembali Majapahit
Oleh Akbar Priyono

Kebudayaan dan peradaban adalah hal-hal yang sulit dipisahkan baik secara pengertian maupun secara bentuk wujud, esensi, etimologi dan eksistensi. Meskipun secara garis tegas kebudayaan dan peradaban memiliki definisi yang memiliki ruang acuan tersendiri. Beberapa pakar lebih meilhat budaya sebagai hasil olah masyarakat yang sifatnya spiritual (nilai), sedangkan peradaban pada konteks hasil kebendaan (alat untuk hidup). Pengertian-pengertian ini hanya sebagai pengantar pembahasan situs Trowulan yang dikabarkan diambang kehancuran akibat berapa faktor. Trowulan yang merupakan ibu kota Majapahit pada masanya sebelum runtuh yang pertama tahun 1400 Saka (sirna ilang kertaning bumi)/ 1478 M adalah kerajaan maritim raksasa di tanah Jawa bagian Timur, dikagumi kawan maupun lawan. Abad ke-21 ini kita hanya bisa melihatnya dalam bentuk artefak sejarah yang luar biasa kayanya, tapi ada ancaman keruntuhan Majapahit untuk yang kedua kalinya jika pabrik Baja diberi izin di sekitar lokasi situs, PT Manunggal Sentra Baja nama perusahaan tersebut, yang sejak bulan-bulan ini ramai dibicarakan oleh banyak pihak terkait dengan rencana pembangunan pabrik di sekitar situs Trowulan.                          

Kebutuhan akan sejarah bangsa sebagai eksistensi suatu bangsa haruslah diperkuat dengan bukti-bukti yang ada. Eksistensi kita sebagai bangsa yang besar pada masa lalu dapat dibuktikan dengan keberadaan kerajaan Majapahit yang pada masa ini pulalah Nusantara disatukan “Sumpah Palapa” oleh Gajah Mada. Kita dapat bercermin buruk dari Malaysia yang sampai sekarang masih memburu naskah Melayu di wilayah Sumatera seperti Riau dan Jambi hanya untuk melegalkan jatidiri mereka yang lenyap karena tidak memiliki eksisitensi luhur berupa legitimasi sejarah Melayu, karena kenyataannya wilayah yang melahirkan peradaban Melayu yang harusnya menjadi legitimasi jati dir negara Malaysia tersimpan utuh di wilayah teritorial Indonesia. Lalu mengapa kita yang sudah seharusnya merawat dan menjaga sebuah warisan peradaban terlena oleh materi-materi sesaat yang menyesatkan, hingga ujung-ujungnya akan menghancurkan warisan moyang kita, dengan cara yang tak pantas pula yakni mendirikan sentra usaha pabrik Baja yang lebih merujuk pada aspek kapitalistik bukan nilai kearifan. Terlepas dari keuntungan strategis khususnya bagi pendapatan daerah, pendirian pabrik ini telah dinyatakan akan merusak situs Trowulan yang menyimpan jatidiri bangsa Indonesia itu.

Jatidiri bangsa                                                                                                                                    

         Trowulan sebuah kota kecil di Mojokerto merupakan salah satu faktor penentu jati diri bangsa, yakni peninggalan-peninggalan sejarah peradaban besar Majapahit. Di sini kita sebut peradaban (civilization) karena Majapahit sebagai sebuah entitas telah mengenal beragam tatanan kehidupan yang dinamis dan strategis. Menurut Supratikno Rahardjo (2002:27) peradaban ditandai dengan beberapa gejala, antara lain pengenalan tulisan, kehidupan kota, pembagian kerja secara kompleks, teknologi yang telah maju, serta berkembangnya pranata-pranata politik, agama, filsafat, dan seni. Majapahit sudah melampaui itu semua, keistimewaan lainnya juga dapat ditemukan pada sistem perekonomian di mana tumpuan kehidupan kerajaan waktu itu difokuskan pada luasnya lautan, yang tentunya harus ditiru oleh pemangku kebijakan saat ini dengan kondisi negara yang dikelilingi lautan (dua sepertiga luas seutuhnya) tentu orientasi kehidupan masyaraktanya sepatutnya diarahkan ke birunya lautan bukan berpacu di daratan semata.                           

         Situs Trowulan perlu adanya perlindungan, melalui aturan-aturan yang tidak semata-mata normatif tetapi aplikatif dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan perlindungan terhadap situs yang menunjukkan adanya kebesaran Majapahit, karena ini berkaitan erat dengan jatidiri bangsa Indonesia. Bukankah terbentuknya negara kita “Indonesia” baik semangat pendiriannya dan semangat dasar negara tidak terlepas dari keberadaan Majapahit di masa lalu, seperti peristiwa sumpah palapa yang menyatukan kepulauan Nusantara dan mengilhami konsep NKRI maupun Negarakertagama yang mengiilhami terbentuknya simbol-simbol negara yang menjadi simpul-simpul perekat dalam berbegai perbedaan atau plural di negeri ini. Pemerintah Mojokerto yang katanya sudah mengevaluasi izinnya bahkan mencabut iziin pendirian pabrik Baja ini tentu harus tetap bertahan pada prinsip melepaskan peluang investasi dengan segala konsekuensi hukum yang ada demi keberadaan situs Trowulan yang terjaga. 

       Begitu juga penyelamatan situs Trowulan sepatutnya bukan terkait dengan pendirian pabrik baja semata, tetapi ancaman-ancaman yang tidak jauh berbahayanya justru datang dari penduduk sekitar yang memburu barang-barang kuno secara liar dan tidak terkendali sehingga dapat menghancurkan situs ini secara perlahan. Sekali lagi patut dikatakan bahwa situs Trowulan adalah cerminan negara besar bernama Indonesia, jika masyarakat tidak peduli dengan sejarahnya dan juga pemerintahannya yang kurang merespon karena berbagai alasan komersil maka jangan heran jika kita akan menjadi negara yang kehilangan jatidirinya seperti halnya negara Malaysia. Hilang jatidirinya karena tidak memiliki legitimasi sejarah. Tentu juga kita tidak ingin melihat runtuhnya Majapahit untuk yang kedua kalinya, runtuhnya situs Trowulan berarti runtuh pula jatidiri bangsa Indonesia.


Comments

Popular posts from this blog

Point Of View Pertunjukan Wayang Kulit: Lakon Kumbakarno Gugur Dalam Kaitannya dengan Kehidupan Politik Berbangsa dan Bernegara di Indonesia

Pendahuuan Wayang sebagai kebudayaan nasional memiliki sejarah panjang dalam berbagai konteks dan dinamika kehidupan di Nusantara hingga menjadi negara yang bernama Indonesia. Menjadi alat ritual sesembahan terhadap dewa, menjadi alat dakwah, menjadi alat seni pertunjukan untuk menghibur masyarakat, hingga menjadi alat kekuasaan orang-orang yang berkuasa yang  berusaha memanfaatkannya, baik untuk suksesi diri dan golongannya maupun penanaman ideologi kepada orang lain melalui wayang. Dinamika perpolitikan di negri ini pun ada kalanya selalu dikaitkan dengan kehidupan dalam dunia wayang, baik itu nilai-nilai moralitas dalam wayang hingga hakikat penciptaan manusia dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sering di gambarkan dalam  wayang. Beberapa tokoh pergerakan nasional sering juga mengidentitaskan dirinya sebagai salah satu tokoh wayang yang tentunya dapat disimpulkan bahwa ia mencita-citakan dirinya sebagai orang yang ideal layaknya dalam kehidupan wayang ataupun...

Coretan Angin

Rakyat Subfersive Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 7 Oktober 2012, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UI Depok mengadakan diskusi dengan M. Sobary di sebuah Villa di Cisaruah, Bogor. Diskusi yang topiknya bertemakan “Peranan NU Dalam Mengahadapi Kondisi Bangsa Indonesia Sekarang “ membawa si pembicara mengatakan sebuah kata Subfersive yang pengertiannya adalah kritis terhadap suatu hal yang terjadi, khususnya terhadap kebijakan atau sesumbar suatu golongan tertentu, baik itu yang mengatasnamakan rakyat maupun mengatasnamakan pemerintahan maupun golongan tertentu yang bertingkah terlalu subjektif dengan rangsangan ideologi masing-masing yang seringnya justru menciderai kelompoknya sendiri dalam rangka membangun bangsa Indonesia. Cidera-cidera kelompok yang seringnya bertingkah normatif dan tidak relvan serta tidak menggunakan korelasi yang baik pada akhirnya akan merusak orientasi yang paling dalam dari sebuah cita-cita untuk membangun bangsa ke...

Sumpah Pemuda The Generation

Agent Of Primitive Tentu masih terngiang dibenak semua saudara sebangsa dan setanah air, rekan-rekan mahasiswa dan semua masyarakat akan kejadian bentrok fisik antar mahsaiswa UNM (Universitas negeri Malang) yang kemudian berlanjut dengan tewasnya dua korban jiwa dari Mahasiswa. Tindakan yang seringnya kita lihat di adegan film yang menampilkan kehidupan masyarakat primitif telah terjadi secara aktual dan ironinya hal tersebut terjadi di dunia pendidikan, yang lebih memalukannya hal tersebut terjadi di wilayah perguruan tinggi negeri yang tentunya mengususng Tridharma perguruan tinggi dan mendengungkan agent of change. Nilai-nilai kemanusiaan yang sering diteriakkan oleh mahasiswa hanya sebatas awang-awang atau utopia jika melihat kondisi mahasiswa yang labil seperti kajadian di kampus UNM. Morat-maritnya mental pelajar yang dibuktikan dengan rangkaian aksi tawuran pelajar dari sekolah menengah hingga sekolah tinggi menunjukkan belum sempurnyannya pendidikan moralitas di neger...