Gunung Kerinci bagi sebagian orang tentu menjadi tempat yang menyeramkan untuk didaki, mengingat gunung ini adalah gunung berapi tertinggi di Indonesia dengan ketinggian mencapai 3805 MDPL. Ditambah lagi kini sudah memasuki musim penghujan yang tentu banyak ancaman dari alam yang mengintai kapanpun, seperti longsor dan petir.
Namun hal itu tidak menyurutkan sejumlah pendaki untuk menikmati pergantian malam tahun baru 2019 di atap Sumatra itu.
Bisa dikatakan mereka berusaha menolak rasa takut akan berbagai hal buruk yang kapanpun datang di musim hujan ini. Di sisi lain sebagai gunung yang tinggi, Kerinci memiliki medan yang cukup berat dan khas yang tentunya tidak mudah ditaklukkan.
Namun ada Kuasa Tuhan di sini, berdasarkan pengamatan kami selama mengikuti pendakian Kerinci bersama sebuah komunitas pendaki asal Jakarta dan Lampung dari tanggal 31 Desember 2018 hingga 1 Januari 2019 langit tampak cerah dan hampir setiap pos pendakian terisi penuh sejumlah pendaki yang mendirikan tenda.
Tim kami sendiri mendirikan tenda di (Pos) Shelter 1 yang tentunya masih jauh dari puncak atau berkisar antara 6-7 jam perjalanan lagi.
Sebelum menuju Shelter 1, para pendaki akan memasuki Pos Pintu Rimba, Pos 1 ( Bangku Panjang), Pos 2 (Batu Lumut), dan Pos 3 (Pondok Panorama). Masing-masing pos memiliki trek yang bervariasi dan cenderung menanjak terjal dengan rata-rata tempuh 1 hingga 2 jam.
Setelah Shelter 1 para pendaki akan melewati Shelter 2 dan Shelter 3 dengan medan yang dilalui begitu berat karena jalur begitu menanjak dan sempit. Sehingga dibutuhkan tenaga ekstra.
Nyatanya bagi para pecinta pendakian gunung, medan Kerinci yang berat tersebut bukan menjadi halangan yang berarti melainkan sebuah tantangan yang harus ditaklukkan dengan mempertimbangkan faktor keamanan juga pastinya.
Tim Kami sendiri memutuskan untuk melakukan summit pada tengah malam pukul 00.30 WIB (1 Januari 2019). Selama perjalanan tentu dihadapakan dengan rasa lelah dan letih yang tak karuan.
Namun niatan yang tulus untuk mencapai puncak Kerinci tidak bisa dihilangkan dengan kata lelah, sehingga dengan cara apapun kami berusaha menguatkan diri dan tekad.
Setelah berjam-jam melalui trek terjal dan sempit dengan hiasan akar-akaran yang besar ditambah lagi gelapnya malam yang membatasi langkah, kami pun mencapai Shelter 3 sekitar pukul 4.30 WIB.
Untuk selanjutnya kami harus melewati trek bebatuan yang curam tanpa pepohonan sebelum mencapai puncak Kerinci dengan udara yang semakin menipis.
Laju semakin berat namun tetap berusaha kuat, kami pun melewati Tugu Yudha dan sejumlah plakat pengingat untuk para pendaki yang menjadi korban “ganasnya” Kerinci yang tak pernah kembali pulang. Sejumlah doa pun kami panjatkan untuk mereka agar diterima di sisi-Nya.
Puncak semakin tampak, namun tenaga semakin susah diajak kompromi. Dengan langkah tergopoh-gopoh karena medan berbatu dan berkerikil yang tak kunjung usai dan asupan oksigen yang berkurang akhirnya kami bersyukur sekitar pukul 07.15 WIB kami mampu menginjakkan kaki di Atap Sumatra.
Terima kasih untuk Allah S.W.T, rekan-rekan pendaki sekalian, dan masyarakat Kerinci yang baik hati.
(Tulisan ini pernah diterbitkan travel.detik.com dengan judul sesuai gambar di atas)
(Tulisan ini pernah diterbitkan travel.detik.com dengan judul sesuai gambar di atas)
Comments
Post a Comment