Skip to main content

Gunung Bongkok: 90 Derajat Kerinduan (Jilid 2)




Sabtu, 30 April 2016 setelah sebelumnya sudah direncanakan akhirnya saya dan pak Budi berangkat juga sekitar pukul 16.30 wib naik bus Primajasa Cikarang-Bandung. Niatnya sih berangkat naik kereta Lokal Jakarta-Purwakarta pada siang hari, tetapi karena ada kegiatan di sekolah untuk mengurus kegiatan anak-anak akhirnya kami harus menunda keberangkatan.

Karena berangkatnya sore sampai di Purwakarta pun langit sudah gelap, sekitar pukul 19.30 wib kami akhirnya sampai di Ciganea. Bis Cikarang-Ciganea tarifnya Rp.10.000 dilanjutkan menuju Pasar Plered menggunakan elf Rp. 10.000. Di Plered karena sudah malam tidak ada angkot yang menuju ke Desa Bongkok maka kami pun naik ojek, setelah tawar menawar kami pun menuju lokasi dengan tarif yakni Rp. 30.000. Mungkin tarif tersebut sudaah manusiawi karena pengalaman sebelumnya untuk menuju Desa Bongkok harus menempuh perjalanan yang jauh dan melewati tanjakan serta tikungan apalagi di malam hari, jalanannya juga masih banyak yang rusak. Jika naik angkot tarifnya cuma Rp.10.000.

Sekitar setengah jam perjalanan atau pukul 21.00 Wib kami sampai di sebuah warung yang juga Basecamp awal untuk mendaki. Suasananya begitu berbeda dari tahun yang lalu, sangat sepi pendaki. Setahun yang lalu saat saya kesini banyak pendaki yang berlalu lalang dan singgah di warung ini. Konon setelah kebakaran hutan Gunung Parang, Gunung Bongkok ditutup untuk pendakian dan pasca penutupan tersebut gunung ini sepi karena banyak pendaki yang mengunjungi gunung Lembu yang memang tidak jauh lokasinya dari kawasan Gunung Bongkok. Bukannya tak suka sepi, gunung yang sepi justru nyaman buat mendaki. Hanya saja merasa beda saja, dan semakin sepi pendaki tentu perekonomian warga setempat jadi menurun.

Setelah rehat di warung dan melaksanakan solat kami langsung menuju Pos Pendaftaran, beda dengan tahun sebelumnya loket sudah terlihat rapih dan sudah menggunakan asuransi Jasa Marga. Setelah melakukan pembayaran dengan tarif Rp. 12.000 kami pun menuju Pos pertama. Oh ya kami tidak bawa tenda sehingga kami tidur di bangunan kayu yang memang disediakan oleh pengelolah untuk pendaki. Di sini terasa hangat apalagi bertemu dengan pengelolah dan pendaki lain yang jumlahnya turun begitu drastis jika dibanding pemandangan tahun lalu, bahkan dulu untuk membangun tenda saja tak dapat tempat.

Setelah ngobrol ngalor-ngidul kami pun memutuskan istirahat sekitar pukul 23.30 Wib. Karena kami berdua merencanakan pendakian ke Puncak Bongkok pukul 03.00 Wib.

Waktu pun berlalu, dan sekitar pukul 03.00 Wib kami terbangun dan langsung mengadakan perjalanan ke Puncak Bongkok yang tingginya tidak mencapai 1000 meter namun butuh tenaga yang cukup ekstra karena sepanjang perjalanan akan ditemui tanjakan dengan kemiringan berkisar 80-90 derajat. Tetapi pihak pengelolah sudah menyediakan tali sehingga memudahkan kami dalam menaikki tanjakan. Setelah berjalan di tengah gelap dan dinginnya udara pagi sekitar pukul 04.15 kami sampai di Puncak. Semuanya gelap kecuali Waduk Jati Luhur yang menyala oleh lampu-lampu keramba dan pemandangan lain adalah meriahnya cahaya lampu kota Purwakarta. Hingga akhirnya terdengar adzan subuh kami pun melaksanakan sholat subuh di puncak. Sempat turun gerimis namun tidak lama.

Waktu pun semakin pagi dan matahari mulai tampak, pendaki-pendaki lain pun mulai berdatangan. Puncak semakin ramai, akhirnya kami memutuskan turun setelah puas dengan beberapa jepretan kamera handphone milik kami.

Tak hanya di puncak saja, pemandangan di bawah juga sangat menarik. Memotret Gunung Bongkok dari bawah seperti memotret sebuah bongkahan batu raksasa. Gunung-gunung di sekitarnya juga tampak gagah seperti gunung Parang yang lancip bak Piramida. Begitu juga pemandangan Waduk Jati Luhur dapat dinikmati keindahannya dari pos pertama ini, apalagi ada beberapa bangunan tinggi yang terbuat dari kayu sehingga kita dapat mengamatinya dengan pemandangan sekitar secara luas. Yang lebih berkesan tentunya bentangan papan yang di bangun di atas pohon oleh pengelolah, sehingga merasakan menjadi “tarsan dadakan” di sini. Untuk menaikinya cukup dengan tangga yang sudah disediakan.


Kesimpulannya sih, untuk menikmati alam tidak harus mendaki gunung tertinggi. Kita dapat menikmati pemandangan yang diciptakan oleh Tuhan di sekitar kita yang seringkali jarang kita kunjungi karena ketidakpopulerannya di tempat yang lain. Padahal semakin populer suatu tempat terkadang justru menciptakan ketidaknyamanan suatu tempat, misal sampah yang menumpuk, atau kegaduhan-kegaduhan saking  banyaknya pengunjung. Lihat saja gunung Semeru, gunung Gede atau tempat-tempat lain yang Populer, mungkin ketika kita mampu mendatangi tempat-tempat tersebut kita mendapat rekor atau prestise tapi esensi yang ada dalam menikmati alam kadang lenyap: misal ramai dan kotor tadi. Padaha; kita mendekat ke alam untuk mencari ketenangan, agar kita menjadi pribadi yang mampu bersyukur dan bertakwa. Haaa (Sok idealis banget)















 















Comments

Popular posts from this blog

Point Of View Pertunjukan Wayang Kulit: Lakon Kumbakarno Gugur Dalam Kaitannya dengan Kehidupan Politik Berbangsa dan Bernegara di Indonesia

Pendahuuan Wayang sebagai kebudayaan nasional memiliki sejarah panjang dalam berbagai konteks dan dinamika kehidupan di Nusantara hingga menjadi negara yang bernama Indonesia. Menjadi alat ritual sesembahan terhadap dewa, menjadi alat dakwah, menjadi alat seni pertunjukan untuk menghibur masyarakat, hingga menjadi alat kekuasaan orang-orang yang berkuasa yang  berusaha memanfaatkannya, baik untuk suksesi diri dan golongannya maupun penanaman ideologi kepada orang lain melalui wayang. Dinamika perpolitikan di negri ini pun ada kalanya selalu dikaitkan dengan kehidupan dalam dunia wayang, baik itu nilai-nilai moralitas dalam wayang hingga hakikat penciptaan manusia dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sering di gambarkan dalam  wayang. Beberapa tokoh pergerakan nasional sering juga mengidentitaskan dirinya sebagai salah satu tokoh wayang yang tentunya dapat disimpulkan bahwa ia mencita-citakan dirinya sebagai orang yang ideal layaknya dalam kehidupan wayang ataupun...

Coretan Angin

Rakyat Subfersive Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 7 Oktober 2012, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UI Depok mengadakan diskusi dengan M. Sobary di sebuah Villa di Cisaruah, Bogor. Diskusi yang topiknya bertemakan “Peranan NU Dalam Mengahadapi Kondisi Bangsa Indonesia Sekarang “ membawa si pembicara mengatakan sebuah kata Subfersive yang pengertiannya adalah kritis terhadap suatu hal yang terjadi, khususnya terhadap kebijakan atau sesumbar suatu golongan tertentu, baik itu yang mengatasnamakan rakyat maupun mengatasnamakan pemerintahan maupun golongan tertentu yang bertingkah terlalu subjektif dengan rangsangan ideologi masing-masing yang seringnya justru menciderai kelompoknya sendiri dalam rangka membangun bangsa Indonesia. Cidera-cidera kelompok yang seringnya bertingkah normatif dan tidak relvan serta tidak menggunakan korelasi yang baik pada akhirnya akan merusak orientasi yang paling dalam dari sebuah cita-cita untuk membangun bangsa ke...

Sumpah Pemuda The Generation

Agent Of Primitive Tentu masih terngiang dibenak semua saudara sebangsa dan setanah air, rekan-rekan mahasiswa dan semua masyarakat akan kejadian bentrok fisik antar mahsaiswa UNM (Universitas negeri Malang) yang kemudian berlanjut dengan tewasnya dua korban jiwa dari Mahasiswa. Tindakan yang seringnya kita lihat di adegan film yang menampilkan kehidupan masyarakat primitif telah terjadi secara aktual dan ironinya hal tersebut terjadi di dunia pendidikan, yang lebih memalukannya hal tersebut terjadi di wilayah perguruan tinggi negeri yang tentunya mengususng Tridharma perguruan tinggi dan mendengungkan agent of change. Nilai-nilai kemanusiaan yang sering diteriakkan oleh mahasiswa hanya sebatas awang-awang atau utopia jika melihat kondisi mahasiswa yang labil seperti kajadian di kampus UNM. Morat-maritnya mental pelajar yang dibuktikan dengan rangkaian aksi tawuran pelajar dari sekolah menengah hingga sekolah tinggi menunjukkan belum sempurnyannya pendidikan moralitas di neger...