Skip to main content

Usang (2)


                                                                                                                                                                                                

Merang-merang di Persimpangan

Semua bergeming tentang perbedaan yang tak menyatu
Meruntuhkan hakikat dan orientasi penghambaan
Luluh dalam luka seribu bayangan wajah indahnya
Membelai perasaan dan angan dalam semi angkara dan seperempat murka
Setahuku hanya lima huruf dalam kata itu
Tapi susahnya minta maaf
Lidahnya bagai tergulung ileh tali bajah
Berat sekali mengungkapkan itu
Hingga akhirnya harus bergumul dengan seribu tanda tanya
Hakikat untuk tidak sendiri masih sebatas garis khatulistiwa
Terbenam dalam kisah pithecanthropus erectus yang tanda tanya
Selebihnya adalah kisah pertandingan sepak bola
Kisah cinta memang tak terhitung jumlahnya, tapi buat apa kalau hanya terdiam dan mendiam saja?
Ingin menangis tapi galon tak mampu menampungnya
Serasa di awang-awang kisah-kisah itu
Meragukan tapi tak bertepi
Bertepi tapi kadang tak bersemi
Bersemi tapi terlalu lama
Entah apa yang kurasa dan kau rasa saat ini
Meninggalkanmu sebetulnya aku sanksi bahkan tak bisa melupa
Bayangkan saja rupa yang tak tersen yum tapi melekat di alam pikiran dan padang batin
Toleransi-toleransi seringnya ku berikan kepadamu tapi kau tak mengerti
Injak saja pedalnya pasti aku melaju
Katakan saja apa yang kau mau pasti kuberikan
Takperlu ada kata bangsat ataupun sialan
Inilah lika-liku kehidupan
Inilah merang-merang dipersimpangan
Asal tidak merangsang  -Akbar Priyono- (22 Mei 2012)

 Jejak Radikal

Katanya:
Tuhan Bila Ia Jodohku Maka Jauhkanlah
Bila Ia Bukan Jodohku Maka Dekatkanlah

Melangkahkan kaki dalam melampiaskan kehidupan yang fana agaknya gersang dan panas belaka
Mencintai sesuatu rupanya hanya penuh sandiwara pasaran
Bilik kehidupan sudah merekam semua fakta
Harta, Tahta, Wanita adalah cobaan katanya
Entah, tapi benar juga rupanya

Mundur kebelakang aku kan terjatuh ke jurang 1000 meter
Geser kesamping aku kan terbentur kawat berduri
Maju kedepan aku dihalangi tembok-tembok frontal yang krusial dan binal
oh kehidupan yang riskan

Semua ini ternyata  pengasingan yang tak tersadar
Hanya hikmah yang kuharapkan dapat kudapat dengan berlipat

Mengayunkan lengan untuk menggaet harta, tahta, dan wanita
Semua itu hanya sia-sia dan penuh noda
Tapi aku kan manusia ?

Aku gak punya pulsa
So Putih, So Bersih Hanya Soklin Pemutih
Itulah kehidupan, penuh kebohongan
Getah-getah itu tak kan pernah menghilang begitu saja

Cinta agaknya tak melihat fakultas tapi melihat jurusan barangkali
Pengorbanan yang dikorbankan harus lebih mengorbankan dari pengorbanan sekedarnya
Takbir, Tahmid,Tasbih  dan Tahlil adalah obat bius yang mujarab bagi yang merasakan kehilangan
Menghitung pasir di padang pasir hanya meyisakan pesakitan

Mencintai itu adalah keindahan daripada menunggu dicintai
MESKI itu menyakitkan kelihatannya

Oh Tuhan jauh-jauh-jauhkanlah apa yang sekiranya aku tak bisa memberikan setetes kebahagiaan kepada manusia itu

Lunglai, gugup, terapung dalam himpitan yang tak kunjung usai
Semua amburadul dalam genangan waktu yang tak bermawas
Harus menghias di tengah kelancangan makhluk
Antabranta...

Jejak ini benar-benar radikal
Sangat radikal
Radikalovia dalam pengasingan -Akbar Priyono-  (25 April 2012) 




                                          Debu di atas Gurun
                                 

Untuk Kekasih

Ketika langit – langit masih tertidur dalam kesenyapan pagi
Ketika batin – batin masih ternoda oleh godaan - godaan
Ketika sang fajar mulai menampakkan
Ketika  daun – daun masih berembun
Bayangmu masih menghantuiku
Wajahmu penuh rayu
Penuh keindahan

Sebuah Arti

Memahami sebuah arti yang tak ku mengerti
Mengungkap sejuta misteri
Membebankan memori rasa yang telah terpenuhi
Menghangatkan raga yang terbeku
Aku ingin kau tak kelabu

Tak Layu

Melangkah dengan sejuta tanya
Meraih yang di inginkan
Membongkar sebuah angkara
Dalam balutan kain mori
Dalam badai musim kemarau
Dalam Panas Musim Penghujan
Aku tak layu
Aku tak mekar
Aku merindu

Jiwa dan Cinta

Bagaikan dingin yang menusuk tulang
Bagaikan embun yang keluar dari mata
Bagaikan hijau yang tak mungkin memerah
Andaikan aku masih bersama dengan tepian
Sayang aku di antara ombak – ombak ganas
 Tapi aku tak mungkin menyerah
Karena aku adalah jiwa yang penuh cinta

Masihkah Ada

Masihkah ada kejutan
Mungkinkah ada keindahan
Masihkah ada cobaan
Mungkinkah ada kerinduan
Masihkah ada angkara
Mungkinkah ada kedamaian
Aku ada disini menunggu raungan angin
Tapi ia tak pernah datang


Tebus

Tertebus sudah semua dendam
Tertebus sudah semua rindu
Tertebus sudah semua cinta
Tertebus sudah semua bayangan
Hanya memilikimu yang tak mungkin bisa

Kemungkinan

Apa daya semua ku lakukan
Terkadang hanya berupa kesiaan
Atau sengaja aku sia – siakan
Termasuk kegagalan tak memilikiimu

Masihkah

Masihkah mentari pagi ini berpihak kepadaku
Di atas kesalahan  yang ku buat
Masihkah bintang nanti malam menjadi bagian petunjuk jalan
Mungkinkah aku akan tak berdaya dengan kepalsuan
Suara burung pun adalah suara indah yang mengingtkan kedamaian
Sedangkan suaraku terkadang penuh dengan kesiaan atas nama Cinta
Masih
Masih aku tak berbalut dengan jiwa- jiwa yang penuh kedamaian
Semua kadang terasa hampa mesti dalam  kesempurnaan

Tiada

Aku datang dan pergi
Tanpa arti tanpa makna
Bagai angin yang lalu
Aku tiada

Tanda

Begitu merdu suara burung di siang jumat
Menyimpan sejuta rayuan jingga di alam fana
Memberi sebuah pengharapan akan adanya kebahagiaan berikutnya
Menunjukkan tanda – tanda Sang Kuasa

Kesal ?

Sepatah dua kata tak bisa terucap
Semua terarah kepada godaan sesaat
Aku tidak boleh menyesal
Tetapi Bolehkah aku kesal ?

Sore

Ketika sore tak bisa mengenang
Ketika malam tak bisa mendekap
Ketika angin tak bisa meraba
Aku terjajah dalam sandiwara
Aku kelaparan dalam kesedihan
Aku membisu dalam ungkapan   -Akbar Priyono-

Salam untukmu Somalia, Palestina, dan Kekasih - kekasihku.  (Puisi - puisi ini ku buat pada suatu waktu di tahun 2011)
                                        


1000 Langkah 1000 Rasa 1000 Kata 1000 Makna 1000 Bahagia 1000 Duka

Tak ada yang terungkap di balik  jutaan misteri
Langkah demi langkah kami lalui
Lelah demi lelah menghampiri
Menelan ramuan pahit dari ribuan dedaunan
Bersembunyi diantara kabut-kabut kegelapan
Terkurung dalam kedinginan
Ah… aku ingin pulang
Ah… aku ingin kembali
Ah… aku ingin turun
Terselubung dalam benak untuk menghentikan
Tak mampu lagi dalam kebekuan
Tak mampu lagi dalam tusukan angin malam
Melelahkan
Mencemaskan
Mengancam
Perjalanan yang tak pernah terlupakan
Aku, kau, kita, kami menjadi satu
1000 Langkah 1000 Rasa 1000 Kata 1000 Makna 1000 Bahagia 1000 Duka (12 November 2011)



When December Ends

Biarlah yang berlalu terbang bersama debu-debu
Biarlah warna kelabu hancur ditelan malam
Tak pernah aku menyesali apa yang terjadi
Tapi itu palsu
Tak pernah aku bersedih
Itu sangat palsu
Berlalu bersama kepalsuan dan kefanaan
Dari misteri sandal jepit sampai manusia galon
Dari yang namanya Tri sampai yang namanya Fernandez
Dari yang udang sampai yang bandeng
Dari yang lurus sampai yang kriting
Dari yang sejati sampai yang membelot
Dari yang Priyayi sampai cilikan
Tak semudah membalikkan tangan
Seolah jeruji-jeruji takdir telah patah dan membuka keyakinanku
Ideologi disini bertebaran bagai kupu-kupu dan layangan
Tapi agaknya memiliki cengkeraman yang kuat layaknya baja dan titanium
Agaknya yang dikatakan Gandhi memang benar
Kata beliau Cinta membawa penderitaan tapi tak pernah berdendam dan tak pernah membalas dendam
Netralitas tak senetral yang diharapkan
Representasi dan refleksi dari kehidupan yang penuh keangkuhan
Butuh berapa waktu lagi untuk berubah
Butuh berapa Desember sebelum kematian
Aku tak bisa memberikanmu bunga karena kau bukan milikku
Aku tak bisa memberikan secangkir kopi hanya untuk mencemari bibir indahmu
Mungkin aku hanya bisa memberikan sandal bakiak untuk kemudian kau tamparkan
Dua nol satu satu bukan nomer telponku
Itu nama jalan kehidupan yang akan kita tinggalkan
Biarlah kenangan berlalu bersama mawar yang tumbang
Biarlah Esensi kesetiaan ku pegang dalam kerahasiaan yang mendalam
Biarlah Desember berakhir dalam tangis dan tawa
Tahukah kau bagaimana rasanya sendirian
When December Ends.... -Akbar Priyono- (20 Desember 2011)

 

Comments

Popular posts from this blog

Point Of View Pertunjukan Wayang Kulit: Lakon Kumbakarno Gugur Dalam Kaitannya dengan Kehidupan Politik Berbangsa dan Bernegara di Indonesia

Pendahuuan Wayang sebagai kebudayaan nasional memiliki sejarah panjang dalam berbagai konteks dan dinamika kehidupan di Nusantara hingga menjadi negara yang bernama Indonesia. Menjadi alat ritual sesembahan terhadap dewa, menjadi alat dakwah, menjadi alat seni pertunjukan untuk menghibur masyarakat, hingga menjadi alat kekuasaan orang-orang yang berkuasa yang  berusaha memanfaatkannya, baik untuk suksesi diri dan golongannya maupun penanaman ideologi kepada orang lain melalui wayang. Dinamika perpolitikan di negri ini pun ada kalanya selalu dikaitkan dengan kehidupan dalam dunia wayang, baik itu nilai-nilai moralitas dalam wayang hingga hakikat penciptaan manusia dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sering di gambarkan dalam  wayang. Beberapa tokoh pergerakan nasional sering juga mengidentitaskan dirinya sebagai salah satu tokoh wayang yang tentunya dapat disimpulkan bahwa ia mencita-citakan dirinya sebagai orang yang ideal layaknya dalam kehidupan wayang ataupun...

Coretan Angin

Rakyat Subfersive Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 7 Oktober 2012, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UI Depok mengadakan diskusi dengan M. Sobary di sebuah Villa di Cisaruah, Bogor. Diskusi yang topiknya bertemakan “Peranan NU Dalam Mengahadapi Kondisi Bangsa Indonesia Sekarang “ membawa si pembicara mengatakan sebuah kata Subfersive yang pengertiannya adalah kritis terhadap suatu hal yang terjadi, khususnya terhadap kebijakan atau sesumbar suatu golongan tertentu, baik itu yang mengatasnamakan rakyat maupun mengatasnamakan pemerintahan maupun golongan tertentu yang bertingkah terlalu subjektif dengan rangsangan ideologi masing-masing yang seringnya justru menciderai kelompoknya sendiri dalam rangka membangun bangsa Indonesia. Cidera-cidera kelompok yang seringnya bertingkah normatif dan tidak relvan serta tidak menggunakan korelasi yang baik pada akhirnya akan merusak orientasi yang paling dalam dari sebuah cita-cita untuk membangun bangsa ke...

Sumpah Pemuda The Generation

Agent Of Primitive Tentu masih terngiang dibenak semua saudara sebangsa dan setanah air, rekan-rekan mahasiswa dan semua masyarakat akan kejadian bentrok fisik antar mahsaiswa UNM (Universitas negeri Malang) yang kemudian berlanjut dengan tewasnya dua korban jiwa dari Mahasiswa. Tindakan yang seringnya kita lihat di adegan film yang menampilkan kehidupan masyarakat primitif telah terjadi secara aktual dan ironinya hal tersebut terjadi di dunia pendidikan, yang lebih memalukannya hal tersebut terjadi di wilayah perguruan tinggi negeri yang tentunya mengususng Tridharma perguruan tinggi dan mendengungkan agent of change. Nilai-nilai kemanusiaan yang sering diteriakkan oleh mahasiswa hanya sebatas awang-awang atau utopia jika melihat kondisi mahasiswa yang labil seperti kajadian di kampus UNM. Morat-maritnya mental pelajar yang dibuktikan dengan rangkaian aksi tawuran pelajar dari sekolah menengah hingga sekolah tinggi menunjukkan belum sempurnyannya pendidikan moralitas di neger...