Nada Minor Untuk Munir
Sudah
8 tahun Munir Said Talib meninggalkan bangsa tercinta ini untuk selama-lamanya.
Aktivis dan pembela Hak Asasi Manusia ini meninggal dalam perjalanan ke Belanda
karena sebuah Racun mematikan arsenik yang di lakukan oleh pilot Garuda Polly
Carpus Budi Hari Prihanto.
Kematian
yang mendadak terhadap aktivis hak asasi manusia ini sangat mengejutkan semua
pihak yang merasa dibelanya. Suara nyaringnya untuk membela kaum tertindas dan
mereka yang tak mendapat keadilan dengan layak oleh pihak berwenang menjadikan
Munir menjadi sosok yang ditakuti oleh sebagian besar pihak yang takut akan
suara nyaringnyas tersebut, mulai dari oknum pemerintahan hingga oknum dari
jajaran militer merasakan ketdaknyamanan akan Munir.
Hitam
putih penegakan HAM di Indonesia memang nyata adanya, dari pelanggaran HAM di
Timor Timur sampai Papua ataupun dari Marsinah sampai tragedi 1998 merupakan
kasus-kasus besar yang seolah-olah sengaja dilupakan untuk mengusutnya dengan
cerdas dan bijak. Cara-cara bodoh yang dilakukan oleh rezim otoriter Orde baru
masih tersisa juga hingga sekarang. Tim Pencari Fakta yang bertugas untuk
mengusut kasus Munir yang masih menyimpan banyak pertanyaan tenatang siapa saja
dalang di balik pembunuh aktivis ini pun hanya isapan jempol dan pencitraan
rezim SBY.
Nada
Minor HAM di Indonesia
Tragedi
dan polemik seputar hak asasi manusia masih menjadi momok yang tak kunjung usai
akan dibawa kemana negara ini kedepan berkaitan dengan nilai-nilai manusia yang
sakaral dan hakiki. Semenjak reformasi ataupun masa transisi kekuasaan dari
rezim otoriter Soeharto yang otoriter dan militeristik serta tak peduli dengan
HAM, Indonesia masih harus terus membenahi hukum dan keadilan manusia yang ada.
Munir sebagai warga negara yang harus dilindungi seolah-olah justru dibenamkan
oleh pemerintah yang sepatutnya memperhatikan kasus ini hingga tuntas dan mampu
menemukan siapa aktor utama pembunuhnya. Nada minor masih bergejolak dalam
kasus Munir, mulai dari dituntut bebasnya Muchdi PR yang diduga menjadi salah
satu aktor pembunuhan Munir hingga meninggalnya beberapa saksi terkait
pembunuhan Munir ini. Pemerintah yang seolah-olah ragu bahkan senngaja lupa
dengan kasus Munir telah menambah nada minor untuk Munir.
Mengungkap
Kasus
Satu
windu telah berlalu dan hasil yang tidak memuaskan terhadap tindak lanjut kasus
Munir sepatutunya menjadi koreksi semua pihak, bahwa pengungkapan kasus HAM di
Indonesia memang terkesan di abaikan dan diulur-ulur. Faktor utamnaya karena
pihak yang berwenang atau orang-orang yang di jajaran kekuasaan pemerintah
banyak pula yang menjadi daftar hitam dalam kasus HAM. Bentuk-bentuk manipulasi
hukum oleh rezim yang berkuasa tidak berarti berhenti ketika rezim telah
berubah seperti ini. Jika mengutip apa yang dikatakan Gunawan Muhammad,
sesungguhnya ada empat penunggang kuda di negeri ini yakni kekerasan, ketidak
adilan, keserakahan, dan kebencian. Mungkinkah secara gambaran ini kita
memahami bahwa selama penunggang kuda itu masih ada di negeri ini kasus-kasus
pelanggaran HAM seperti juga yang terjadi pada kasus Munir yang mati karena di
racun oleh orang yang takut akan keadilan dapat terkuak apalagi Munir sendiri
adalah sosok kesatria yang menantang dan mennetang si penunggang kuda itu.
Kesatria
HAM di Indonesia
Dalam
merajut mimpi menjadi negara yang harmoni dengan warna keadilan dan kemanusiaan
yang ada di Indonesia tentunya dibutuhkan sosok pemberani layaknya Munir.
Menyuarakan suara rakyat baik petani maupun buruh dan memprotes kebijakan
pemerintah vyang tidak layak untuk masyarakat adalah hal yang perlu di
lestarikan sebagai sebuah jalan keharmonisan bangsa tersebut. Memang Munir
telah mati tapi jasa dan perjuangannya akan selalu dikenang dan akan kembali
lagi ditegakkan demi mengusir empat penunggang kudayang masih bercokol di
negeri ini. Pemerintah yang seolah-olah buta biarlah buta dan rakyatlah nanti
yang akan memberikan jawaban sesungguhnhya atas kematian Munir ini. Tidak dapat
dipungkiri bahwa banyak kepntingan di belakang kasus terbunuhnya Munir,
sehingga Presiden pun ragu untuk memutuskan tindak lanjut seperti apa yang akan
di lakukan terhadap kasus Munir. Semoga Presiden mengerti.
Kesimpulan
Munir
bagaimanapun adalah sosok yang akan selalu terkenang dalam sejarah bangsa ini,
jasa-jasanya untuk menegakkan HAM dengan menentang kebrutalan pemerintah dan
memebela keadailan masyarakat sampai pada kematiannya, layaknya seprang zorro
yang menyelamatkan putri dari sang musuh. Pemerintah yang seharusnya
melanjutkan kasus pembunuhan Munir secara jelas nyatanya terlihat semu dan
terkesan tidak dilanjutkan kembali untuk mengungkap siapa dalang intelektual yang
ada. Dan nyatanya 14 tahun reformasi di
negeri ini dari era rezim diktator ke rezim sekarang, sesungguhnya masih banyak
tindakan pelanggaran HAM yang tidak tertangani dengan baik, hal ini semakin
menambah citra buruk pemerintah yang ada karena menunjukkan bahwa pemerintah
tidak serius dalam menegakkan HAM dan keadilan hukum serta kemanusiaan secara
konkrit dan semakin meyakinkan rakyat bahwa banyak oknum penguasa yang terlibat
dalam beberapa kasus pelangaran HAM di dalammnya. Ini pulalah yang akan selalu
menciptakan nada minor untuk kasus Munir. Kebenaran pasti menang !
Comments
Post a Comment