Agent Of Primitive
Tentu
masih terngiang dibenak semua saudara sebangsa dan setanah air, rekan-rekan
mahasiswa dan semua masyarakat akan kejadian bentrok fisik antar mahsaiswa UNM
(Universitas negeri Malang) yang kemudian berlanjut dengan tewasnya dua korban
jiwa dari Mahasiswa. Tindakan yang seringnya kita lihat di adegan film yang
menampilkan kehidupan masyarakat primitif telah terjadi secara aktual dan
ironinya hal tersebut terjadi di dunia pendidikan, yang lebih memalukannya hal
tersebut terjadi di wilayah perguruan tinggi negeri yang tentunya mengususng
Tridharma perguruan tinggi dan mendengungkan agent of change.
Nilai-nilai
kemanusiaan yang sering diteriakkan oleh mahasiswa hanya sebatas awang-awang atau
utopia jika melihat kondisi mahasiswa yang labil seperti kajadian di kampus
UNM. Morat-maritnya mental pelajar yang dibuktikan dengan rangkaian aksi
tawuran pelajar dari sekolah menengah hingga sekolah tinggi menunjukkan belum
sempurnyannya pendidikan moralitas di negeri ini, sehingga menciptakan berbagai
koloni pelajar-pelajar petarung yang bermain fisik dan pengecut bukan berpikir
logis dan kritis serta dinamis.
Degradasi
moral tingkat tinggi sedang menjamur di negeri ini bersamaan dengan munculnya
artis yang tersangkut kasus video mesum tetapi masih tetap menjadi pujaan masyarakat
luas di tambah tawuran-tawuran yang menyayat hati, terakumulasi menjadi satu.
Tentunya tulisan ini bukan untuk membahas artis-artis mesum yang di idolakan
khalayak, tetapi tentang bagaimana moralitas bangsa yang seolah pudar dan
menjadikan manusia berbudi menjadi manusia yang primitif dan mengandalkan emosi
kehewanan untuk menghadapi berbagai masalah yang sekiranya itu dapat
dimusyawarahkan sesuai dengan amanat Pancasila yang ternyata sudah semakin
lenyap pula sebagai acuan moralitas bangsa ini.
Bukan
pula mengeneralisir suatu masalah yang berkaitan dengan pendidikan di
Indonesia, tetapi setidaknya kasus tawuran mahasiswa yang memakan dua korban
jiwa menunjukkan adanya sense primitive makin dinikmati oleh segelintir
mahasiswa, bukannya melanjutkan dan mengejawantahakan kembali nilai-nilai luhur
perguruan tinggi serta melestarikan prinsip agent of change yang menjadi
kebanggaan setiap mahasiswa yang sadar akan pengabdian dan akan dirinya sebagai
apa, tetapi seolah-olah menjadi agen of primitive yang mengacaukan
keadaan di kampusnya sendiri dan berdampak pada sudut pandang beragam kalangan
masyarakat luas di bangsa ini.
Harapan
lahirnya manusia-manusia intelektual dan menjadi pemimpin bangsa yang keluar
dari perguruan tinggi melalui sistem yang bermoral sebagai harapan setiap
masyarakat luas, justru citra yang diberikan adalah penampilan sikap yang bisa
disepadankan dengan manusia tanpa peradaban dan primitif yang menggunakan
hukum rimba, merusak sarana dan prasarana dan membunuh rekannya sendiri sesama
mahasiswa. Lalu apalah arti lagu “ Buruh Tani” yang sering diteriakkan oleh
mereka-meraka para mahasiswa jika hanya bermuara di jalanan aspal demonstrasi
menuntut perubahan moral para penguasa jika tanpa diimbangi dengan itikad baik
untuk berjuang membangun diri sendiri yang masih semwrawut dalam tataran
nilai-nilai kesantunan sebagai mahasiswa yang sedang menuntut ilmu dan diamanati
orang tuanya masing-masing untuk menjadi manusia yang bermanfaat setelah mereka
menjadi bagian dari suatu sistem pendidikan tersebut.
Pembenahan
Sikap
Tulisan
ini tertulis bukan untuk menggurui semua pihak, tetapi mengajak kepada semua
pihak akan pencarian solusi yang tentunya tepat demi masa depan anak didik di
dunia pendidikan bangsa Indonesia. Merajut cita menjadi bangsa yang maju dan
beradab tentunya bukan menciptakan anak didik yang tanpa aturan dan mengabaikan
nilai moralitas serta bermain adu jotos bahkan melakukan pembunuhan layaknya
manusia primitif. Agen of change tentunya membawa dunia pengetahuan yang
diterima didalam kampus untuk kemudian dibaktikan kepada masyarakat luas
sehingga memunculkan ide, gagasan, dan inovasi baru bagi khalayak umum yang
tentunya membawa nuansa perubahan positif dan sebuah faktor pengaplikasian
nilai moralitas tingkat tinggi (kesalehan sosial) yang sebagaimana dimiliki
manusia yang sudah manusia, seperti apa yang dikatakan Ki Hajar Dewantara bahwa
pendidikan adalah memanusiakan manusia. Untuk itu sungguh di sayangkan jika
peran mahasiswa sebagai agent of change mengalami degradasi tingkat
tinggi sehingga melumpuhkan dan merugikan baik terhadap diri, orang lain,
bahkan fasilitas perkuliahan yang tentunya tidak menunjukkan manusia yang
manusia melainkan manusia primitif yang sedang golek ilmu (mencari
ilmu).
Pembenahan
sikap mahasiswa tentunya bukan aturan yang njlimet dari pemerintah,
tetapi datanganya dari kesadaran sendiri sebagai simbol kedewasaan seorang
mahasiswa dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar yang tentunya akan berujung
terhadap proses pola pikir kiritis dan penuh kehati-hatian dan mengahsilkan
mental kooperatif untuk tidak menggunakan otot dan emosi kelas primitif dalam
menyelesaikan sebuah masalah, tetapi menggunakan etika dan kehati-hatian serta
nilai-nilai orang beradab yang digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah yang
dialami, dan ini tentunya menunjukkan sebenar-benarnya mahasiswa dan menjadi
bagian mahasiswa yang benar. Untuk itu terhadap mahasiswa yang doyan
menyelesaikan segala halnya dengan otot tentunya untuk menunjukkan
eksistensinya sebagai bagian dari mahasiswa yang sebenar-benarnya mahasiswa (agent of change) bukan mahasiswa abal-abal (agent of primitive) maka
sepatutunya mengedepankan perdamaian yang luhur yakni dengan pola sistem
berpikir kritis tanpa anarkis.
Oleh : Akbar Priyono
Comments
Post a Comment