Skip to main content

Catatan Natal dan Akhir tahun

------------
           
            Desas - Desus di Hari Natal

Masih menjadi fakta yang menarik untuk terus dikaji, ketika fatwa untuk masyrakat muslim di Indonesia masih terkesan mendeskreditkan pihak lain yang sepertinya golongan tersebut selalu kita anggap sebagai saudara kandung dalam merangkai kebhinekaan di Indonesia. Kristen dan Islam tentunya agama yang dominan di negeri ini, mewarnai cita dan karsa terhadap kelanjutan bangsa ini sebagai bangsa dan negara yang berdaulat dan religus.

Larangan Mengucapkan “Selamat Hari Natal”
Menjadi mayoritas di Indonesia, tentunya orang-orang muslim membutuhkan sebuah konsep hukum yang tidak bertentangan dengan dua sumber hukum utama yakni Al.quran dan Hadits tanpa melabrak kontekstualitas yang beragam di negeri ini, termasuk kebhinekaan dalam bentuk beragamnya agama dan aliran kepercayaan di Indonesia. Sehingga peran MUI (Majelis Ulama Indonesia) diharapkan menjadi jembatan permasalahan-permasalahan yang rumit dari kalangan muslim di Indonesia. Dari label fatwa halal-haram suatu makanan dan obat-obatan hingga fatwa hala-haramnya mengucapkan ucapan selamat hari raya agama selain Islam.
Eksistensi MUI Memang menjadi solusi yang amat berarti bagi kalangan awam khususnya, namun yang menjadi titik permasalahan sekarang setelah sekian lama warga muslim di Indonesia dijejali dengan fatwa haramnya pemberian ucapan selamat natal oleh muslim terhadap umat kristiani adalah ketika kaum muslim yang ingin membalas budi untuk mengucapkan  hari raya natal terhadap umat kristani mengalami kebimbangan dan kerikuhan. Dimana ketika telah datang hari Idul Fitri berbagaai rekan dari kalangan Kristen secara tulus mengucapkan ucapan hari raya Idul Fitri baik itu secara langsung, kartu ucapan, televisi, radio, dan facebook serta twitter tetapi dengan alasan aqidah maka seorang Muslim mendapat larangan dari produk pemerintah yang berupa MUI.

Presiden Palestina dan Ikhwanul Muslimin
Jika dalil “Barang siapa yang mengikuti suatu kaum maka termasuk golongannya” (HR.Muslim) menjadi momok yang menakutkan di Indonesia akan hilangnya akidah seorang muslim karena mengucapkan hari raya terhadap rekannya yang berbeda keyakinan tentu akan sedikit menciut ketika di beragama media terkabarkan bahwa beberapa tokoh yang sering menjadi semangat perjuangan oleh beberapa kader organisasi Islam di Indonesia justru mengucapkan bahkan turut serta merayakan hari raya natal. Dari kasus Mahmoud Abbas di Palestina yang mengikuti Misa natal di Bethlehem sampai kepada Pemimpin organisasi Ikhwanul Muslimin Dr. Mohamed Habib yang dengan tulusnya mengucapkan Selamat Natal kepada umat Kristiani di Mesir, yang mana kita ketahui bahwa Ikhwanul Muslimin merupakan bagian dari semangat perjuangan sebuah golongan Islam di Indonesia yang biasanya berbasis di Kampus dan sering mengenyahkan arti dari sebuah ucapan hari raya terhadap rekan lintas agama. Tanpa mengurangi rasa persaudaraan sebagai sesama muslim tentunya.

Natal dan Spirit Kebangsaan
Hingar bingar perayaan Natal di Indonesia yang dimana dengan indahnya di terhias di beberapa area umum cemara hijau yang terbalut berbagai asosoris dari mulai lonceng sampai lampu kelap-kelip, terus terang menimbulkan pertanyaan apakah saat Idul Fitri di belahan bumi lain utamanya di daratan eropa terhias replika ketupat di berbagai area umum ? dan tentunya ini menjadi sebuah pertanyaan yang konyol tetapi mengandung nilai yang luhur, bukan mengharap agar pada saat hari raya Idul Fitri di Eropa terlihat berbagai replika ketupat yang menggoda untuk di makan, tetapi melihat dimensi lain bahwa sungguh sangat indah keberagaman dan nilai toleransi di Indonesia. Mungkin, kalau dikatakan secara blak-blakan tidak ada negara yang lebih toleran dan saling menghormati perbedaan agama seperti di Indonesia termasuk beragam fatwa syariah dan muammalah oleh lembaga yang bernama MUI (mungkin), dan ini semua tentunya efek dari idiom Bhineka Tunggal Ika.
Hari Natal yang bersahaja bagi umat Kristiani di Indonesia tentunya bukan menjadi ajang perpecahan umat tetapi justru arah perbaikan umat untuk lebih rukun dan memahami perbedaan, mungkin hal ini bisa tercermin dari sikap badan otonom NU sebut saja Banser yang sering ikut serta mengamankan acara Natal umat Kristiani di berbagai Gereja, semoga acara pengamanan ini bukan merujuk bahwa umat beragama masih terancam keamanannya dalam menjalankan praktek ibadah mereka.
Wacana Indonesia yang satu tentu tidak jangan sampai teruntuhkan oleh fatwa yang seharusnya menjadi bagian dari kemaslahatan umat tetapi justru akan menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa. Hanya saja patut dibanggakan kita memiliki rekan-rekan umat Kristiani yang penuh kasih dan kesabaran serta memaklumi akan dinamika dan pergolakan Islam di Indonesia khususnya berkaitan dengan fatwa haram tentang ucapan Selamat Natal bagi umat Muslim terhadap umat Kristiani, sehingga sangat menerima bagi mereka yang berpegang teguh terhadap fatwa MUI dan tentunya mengapresiasi bagi umat muslim yang bersedia mengucapkan Hari Raya Natal kepada umat Kristiani. Bukankah saat ini masih ada Gus Sholah dan Jusuf Kalla yang bersedia mengucapkan selamat Natal?, bukankah pernah ada sosok Gudur yang dengan ketulusannya memberikan ucapan selamat Natal kepada umat Kristiani?. Tentunya Fatwa bukanlah hak milik MUI tetapi milik setiap umat manusia yang berusaha mencari jalan kebajikan demi kemaslahatan umat, dan pastinya Fatwa adalah milik Tuhan Yang Maha Benar, sehingga tidak boleh di miliki oleh satu golongan semata. Oleh karena itu setelah melihat konteks yang ada di masyrakat dengan tulus mari kita ucapkan “Selamat Hari Raya Natal 2012 M” tanpa melupakan Al.quran dan Hadits yang kita yakini kebenarannya

Oleh: Akbar Priyono 















Comments

Popular posts from this blog

Point Of View Pertunjukan Wayang Kulit: Lakon Kumbakarno Gugur Dalam Kaitannya dengan Kehidupan Politik Berbangsa dan Bernegara di Indonesia

Pendahuuan Wayang sebagai kebudayaan nasional memiliki sejarah panjang dalam berbagai konteks dan dinamika kehidupan di Nusantara hingga menjadi negara yang bernama Indonesia. Menjadi alat ritual sesembahan terhadap dewa, menjadi alat dakwah, menjadi alat seni pertunjukan untuk menghibur masyarakat, hingga menjadi alat kekuasaan orang-orang yang berkuasa yang  berusaha memanfaatkannya, baik untuk suksesi diri dan golongannya maupun penanaman ideologi kepada orang lain melalui wayang. Dinamika perpolitikan di negri ini pun ada kalanya selalu dikaitkan dengan kehidupan dalam dunia wayang, baik itu nilai-nilai moralitas dalam wayang hingga hakikat penciptaan manusia dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sering di gambarkan dalam  wayang. Beberapa tokoh pergerakan nasional sering juga mengidentitaskan dirinya sebagai salah satu tokoh wayang yang tentunya dapat disimpulkan bahwa ia mencita-citakan dirinya sebagai orang yang ideal layaknya dalam kehidupan wayang ataupun...

Coretan Angin

Rakyat Subfersive Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 7 Oktober 2012, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UI Depok mengadakan diskusi dengan M. Sobary di sebuah Villa di Cisaruah, Bogor. Diskusi yang topiknya bertemakan “Peranan NU Dalam Mengahadapi Kondisi Bangsa Indonesia Sekarang “ membawa si pembicara mengatakan sebuah kata Subfersive yang pengertiannya adalah kritis terhadap suatu hal yang terjadi, khususnya terhadap kebijakan atau sesumbar suatu golongan tertentu, baik itu yang mengatasnamakan rakyat maupun mengatasnamakan pemerintahan maupun golongan tertentu yang bertingkah terlalu subjektif dengan rangsangan ideologi masing-masing yang seringnya justru menciderai kelompoknya sendiri dalam rangka membangun bangsa Indonesia. Cidera-cidera kelompok yang seringnya bertingkah normatif dan tidak relvan serta tidak menggunakan korelasi yang baik pada akhirnya akan merusak orientasi yang paling dalam dari sebuah cita-cita untuk membangun bangsa ke...

Sumpah Pemuda The Generation

Agent Of Primitive Tentu masih terngiang dibenak semua saudara sebangsa dan setanah air, rekan-rekan mahasiswa dan semua masyarakat akan kejadian bentrok fisik antar mahsaiswa UNM (Universitas negeri Malang) yang kemudian berlanjut dengan tewasnya dua korban jiwa dari Mahasiswa. Tindakan yang seringnya kita lihat di adegan film yang menampilkan kehidupan masyarakat primitif telah terjadi secara aktual dan ironinya hal tersebut terjadi di dunia pendidikan, yang lebih memalukannya hal tersebut terjadi di wilayah perguruan tinggi negeri yang tentunya mengususng Tridharma perguruan tinggi dan mendengungkan agent of change. Nilai-nilai kemanusiaan yang sering diteriakkan oleh mahasiswa hanya sebatas awang-awang atau utopia jika melihat kondisi mahasiswa yang labil seperti kajadian di kampus UNM. Morat-maritnya mental pelajar yang dibuktikan dengan rangkaian aksi tawuran pelajar dari sekolah menengah hingga sekolah tinggi menunjukkan belum sempurnyannya pendidikan moralitas di neger...