------------
Masih menjadi fakta yang menarik untuk terus dikaji, ketika fatwa untuk masyrakat muslim di Indonesia masih terkesan mendeskreditkan pihak lain yang sepertinya golongan tersebut selalu kita anggap sebagai saudara kandung dalam merangkai kebhinekaan di Indonesia. Kristen dan Islam tentunya agama yang dominan di negeri ini, mewarnai cita dan karsa terhadap kelanjutan bangsa ini sebagai bangsa dan negara yang berdaulat dan religus.
Larangan Mengucapkan “Selamat Hari Natal”
Presiden Palestina dan Ikhwanul Muslimin
Natal dan Spirit Kebangsaan
Desas
- Desus di Hari Natal
Masih menjadi fakta yang menarik untuk terus dikaji, ketika fatwa untuk masyrakat muslim di Indonesia masih terkesan mendeskreditkan pihak lain yang sepertinya golongan tersebut selalu kita anggap sebagai saudara kandung dalam merangkai kebhinekaan di Indonesia. Kristen dan Islam tentunya agama yang dominan di negeri ini, mewarnai cita dan karsa terhadap kelanjutan bangsa ini sebagai bangsa dan negara yang berdaulat dan religus.
Larangan Mengucapkan “Selamat Hari Natal”
Menjadi
mayoritas di Indonesia, tentunya orang-orang muslim membutuhkan sebuah konsep
hukum yang tidak bertentangan dengan dua sumber hukum utama yakni Al.quran dan
Hadits tanpa melabrak kontekstualitas yang beragam di negeri ini, termasuk
kebhinekaan dalam bentuk beragamnya agama dan aliran kepercayaan di Indonesia.
Sehingga peran MUI (Majelis Ulama Indonesia) diharapkan menjadi jembatan
permasalahan-permasalahan yang rumit dari kalangan muslim di Indonesia. Dari
label fatwa halal-haram suatu makanan dan obat-obatan hingga fatwa
hala-haramnya mengucapkan ucapan selamat hari raya agama selain Islam.
Eksistensi
MUI Memang menjadi solusi yang amat berarti bagi kalangan awam khususnya, namun
yang menjadi titik permasalahan sekarang setelah sekian lama warga muslim di Indonesia
dijejali dengan fatwa haramnya pemberian ucapan selamat natal oleh muslim
terhadap umat kristiani adalah ketika kaum muslim yang ingin membalas budi
untuk mengucapkan hari raya natal
terhadap umat kristani mengalami kebimbangan dan kerikuhan. Dimana ketika telah
datang hari Idul Fitri berbagaai rekan dari kalangan Kristen secara tulus mengucapkan
ucapan hari raya Idul Fitri baik itu secara langsung, kartu ucapan, televisi,
radio, dan facebook serta twitter tetapi dengan alasan aqidah maka seorang
Muslim mendapat larangan dari produk pemerintah yang berupa MUI.
Presiden Palestina dan Ikhwanul Muslimin
Jika
dalil “Barang siapa yang mengikuti suatu kaum maka termasuk golongannya”
(HR.Muslim) menjadi momok yang menakutkan di Indonesia akan hilangnya akidah
seorang muslim karena mengucapkan hari raya terhadap rekannya yang berbeda
keyakinan tentu akan sedikit menciut ketika di beragama media terkabarkan bahwa
beberapa tokoh yang sering menjadi semangat perjuangan oleh beberapa kader
organisasi Islam di Indonesia justru mengucapkan bahkan turut serta merayakan
hari raya natal. Dari kasus Mahmoud Abbas di Palestina yang mengikuti Misa
natal di Bethlehem sampai kepada Pemimpin organisasi Ikhwanul Muslimin Dr.
Mohamed Habib yang dengan tulusnya mengucapkan Selamat Natal kepada umat
Kristiani di Mesir, yang mana kita ketahui bahwa Ikhwanul Muslimin merupakan
bagian dari semangat perjuangan sebuah golongan Islam di Indonesia yang biasanya
berbasis di Kampus dan sering mengenyahkan arti dari sebuah ucapan hari raya
terhadap rekan lintas agama. Tanpa mengurangi rasa persaudaraan sebagai sesama
muslim tentunya.
Natal dan Spirit Kebangsaan
Hingar
bingar perayaan Natal di Indonesia yang dimana dengan indahnya di terhias di
beberapa area umum cemara hijau yang terbalut berbagai asosoris dari mulai
lonceng sampai lampu kelap-kelip, terus terang menimbulkan pertanyaan apakah
saat Idul Fitri di belahan bumi lain utamanya di daratan eropa terhias replika
ketupat di berbagai area umum ? dan tentunya ini menjadi sebuah pertanyaan yang
konyol tetapi mengandung nilai yang luhur, bukan mengharap agar pada saat hari
raya Idul Fitri di Eropa terlihat berbagai replika ketupat yang menggoda untuk
di makan, tetapi melihat dimensi lain bahwa sungguh sangat indah keberagaman
dan nilai toleransi di Indonesia. Mungkin, kalau dikatakan secara blak-blakan
tidak ada negara yang lebih toleran dan saling menghormati perbedaan agama
seperti di Indonesia termasuk beragam fatwa syariah dan muammalah oleh lembaga
yang bernama MUI (mungkin), dan ini semua tentunya efek dari idiom Bhineka
Tunggal Ika.
Hari
Natal yang bersahaja bagi umat Kristiani di Indonesia tentunya bukan menjadi
ajang perpecahan umat tetapi justru arah perbaikan umat untuk lebih rukun dan
memahami perbedaan, mungkin hal ini bisa tercermin dari sikap badan otonom NU
sebut saja Banser yang sering ikut serta mengamankan acara Natal umat Kristiani
di berbagai Gereja, semoga acara pengamanan ini bukan merujuk bahwa umat
beragama masih terancam keamanannya dalam menjalankan praktek ibadah mereka.
Wacana
Indonesia yang satu tentu tidak jangan sampai teruntuhkan oleh fatwa yang
seharusnya menjadi bagian dari kemaslahatan umat tetapi justru akan
menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa. Hanya saja patut dibanggakan kita
memiliki rekan-rekan umat Kristiani yang penuh kasih dan kesabaran serta
memaklumi akan dinamika dan pergolakan Islam di Indonesia khususnya berkaitan
dengan fatwa haram tentang ucapan Selamat Natal bagi umat Muslim terhadap umat
Kristiani, sehingga sangat menerima bagi mereka yang berpegang teguh terhadap
fatwa MUI dan tentunya mengapresiasi bagi umat muslim yang bersedia mengucapkan
Hari Raya Natal kepada umat Kristiani. Bukankah saat ini masih ada Gus Sholah
dan Jusuf Kalla yang bersedia mengucapkan selamat Natal?, bukankah pernah ada
sosok Gudur yang dengan ketulusannya memberikan ucapan selamat Natal kepada
umat Kristiani?. Tentunya Fatwa bukanlah hak milik MUI tetapi milik setiap umat
manusia yang berusaha mencari jalan kebajikan demi kemaslahatan umat, dan
pastinya Fatwa adalah milik Tuhan Yang Maha Benar, sehingga tidak boleh di
miliki oleh satu golongan semata. Oleh karena itu setelah melihat konteks yang
ada di masyrakat dengan tulus mari kita ucapkan “Selamat Hari Raya Natal 2012 M”
tanpa melupakan Al.quran dan Hadits yang kita yakini kebenarannya
Oleh: Akbar Priyono
Comments
Post a Comment