Skip to main content

“Drakula” Penghisap Bawang



“Drakula” Penghisap Bawang
         
          Drakula yang biasanya takut terhadap bawang justru di negeri ini para “Drakula” menghisap bawang dari luar negeri untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya dan melemahkan potensi pertanian yang ada di dalam negeri. Kebijakan-kebijakan yang terkesan pragmatis atau mencari hal yang paling enaknya saja tentunya terlihat dari kebijakan pemerintah khususnya dalam hal ini Kementrian Pertanian yang tidak mampu membina atau mencari solusi bijak bagi para petani bawang di dalam negeri.
            
         Kebijakan impor bawang dari negara pengekspor telah membuat petani bawang merasa dirugikan baik secara moril maupun materil. Dari segi moril tentunya banyak petani yang lebih memilih beralih ke objek pertanian lain daripada harus menanam bawang tetapi hasil panennya tidak dilirik oleh pasar karena bawang impor telah merambah ke pasar-pasar tradisonal dengan harga yang lebih murah dengan ukuran yang lebih besar pula. Sedangkan kerugian materil terlihat dari kerugian yang dialami oleh petani bawang lokal yang tidak bisa mendapat keuntungan berlebih karena tersaingi oleh bawang impor tersebut.  

Mencekik rakyat
            Jika alasan musim dijadikan alasan utama minusnya stok bawang dalam negeri tentunya alasan yang tidak logis dan terkesan lari dari masalah yang membelit, khususnya bagi pemerintah yang tidak mampu memberikan solusi terbaik untuk para petani bawang kecuali dengan cara impor seperti yang sedang ramai dibicarakan. Lalu apa gunanya para ahli pertanian di negeri ini jika ujung-ujungnya mengimpor hasil pertanian negara lain padahal tanah kita lebih subur dan memungkinkan untuk menghasilkan bawang tanpa minus stokhasil panen. Ketergantungan impor dari ketidakmampuan pemerintah untuk mencukupi kebutuhan bawang nasional yang berkisar 1,3 juta ton per tahun tentu harus dievaluasi dengan meningkatkan kualitas pertanian di negeri ini termasuk mengerahkan para ahli pertanian dalam rangka memberi penyuluhan penanaman bawang yang berkualitas. Selama ini aturan dari tiga kementrian baik pertanian, perdagangan dan perekonomian lebih meguntungkan para pemilik modal yakni para importir hasil pertanian dan perkebunan khususnya dalam kasus ini adalah para importir bawang, dan hal tersebut tentunya sangat meresahkan petani bawang dengan modal kecil di dalam negeri. Tentu saja kebijakan-kebijakan yang ada telah “menghisap” darah rakyat, sebuah kebijakan yang mencekik warga negara karena ketidakmampuan dan ketidakmapanan dari kinerja pemerintah.

Swasembada bawang
Apa yang terjadi pada puluhan kontainer yang tertahan di Tanjung Perak Surabaya dengan muatannya yang berisi bawang putih, tentu menjadi indikator permainan para importir nakal yang menunggu harga bawang di pasar naik sampai akhirnya terjadi kenaikan harga dan mencekik para konsumen. Ini menujukkan ketidakberdayaan pemerintah yang di sini utamanya menjadi tanggung jawab menteri pertanian, perekonomian, dan industri dalam rangka menangkal kecurangan-kecurangan yang dimainkan oleh pemilik modal dan pemilik izin impor. Swasembada bawang tentunya hanya isapan jempol belaka jika jajaran pemerintahannya saja begitu bangga dengan produk pertanian asing, karena dinilai lebih efisien tanpa harus mengeluarkan dana yang berlimpah guna memberikan penyuluhan terhadap petani lokal. Tidak hanya kasus di kenaikan harga bawang dan maraknya bawang impor semata  yang telah menjadi bukti bahwa pemerintah tidak peka dengan petani lokal telah ada dalam kasus-kasus sebelumnya, di antaranya adalah impor garam di mana hal ini bentuk keironisan bagi bangsa kita yang seharusnya mampu memproduksi garam yang berkualitas dan melimpah dilihat dari kondisi geografis negara ini— memiliki garis pantai yang panjang, tetapi pemerintah lebih memilih jalan instan melalui kebijakan impor garam tersebut. Hal ini sungguh menyesakkan dada.

Penutup
            Tentu bukan salah petani bawang lokal jika harga bawang di pasaran melambung, ini semua tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang cenderung mencari jalan enaknya saja. Dengan Impor seolah-olah masalah dalam negeri utamanya dalam kasus ini adalah kurangnya stok bawang nasional dapat teratasi, padahal membuat para petani bawang dan para konsumennya merasa bimbang dengan harga yang sudah di luar nalar. Importir nakal tentunya harus segera ditindak, begitu juga kementrian yang seharusnya bertanggung jawab dalam masalah ini harus segera di evaluasi. Bukan menekankan kebijakan impor di dalam masalah ketahanan pangan tetapi yang dilakukan adalah proses dan proses untuk meningkatkan kualitas pertanian di negeri ini. Sayangnya pemerintah di negeri ini lebih suka yang instan daripada menjalankan proses yang berkualitas.

Oleh  Akbar Priyono

Comments

Popular posts from this blog

Point Of View Pertunjukan Wayang Kulit: Lakon Kumbakarno Gugur Dalam Kaitannya dengan Kehidupan Politik Berbangsa dan Bernegara di Indonesia

Pendahuuan Wayang sebagai kebudayaan nasional memiliki sejarah panjang dalam berbagai konteks dan dinamika kehidupan di Nusantara hingga menjadi negara yang bernama Indonesia. Menjadi alat ritual sesembahan terhadap dewa, menjadi alat dakwah, menjadi alat seni pertunjukan untuk menghibur masyarakat, hingga menjadi alat kekuasaan orang-orang yang berkuasa yang  berusaha memanfaatkannya, baik untuk suksesi diri dan golongannya maupun penanaman ideologi kepada orang lain melalui wayang. Dinamika perpolitikan di negri ini pun ada kalanya selalu dikaitkan dengan kehidupan dalam dunia wayang, baik itu nilai-nilai moralitas dalam wayang hingga hakikat penciptaan manusia dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sering di gambarkan dalam  wayang. Beberapa tokoh pergerakan nasional sering juga mengidentitaskan dirinya sebagai salah satu tokoh wayang yang tentunya dapat disimpulkan bahwa ia mencita-citakan dirinya sebagai orang yang ideal layaknya dalam kehidupan wayang ataupun...

Coretan Angin

Rakyat Subfersive Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 7 Oktober 2012, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UI Depok mengadakan diskusi dengan M. Sobary di sebuah Villa di Cisaruah, Bogor. Diskusi yang topiknya bertemakan “Peranan NU Dalam Mengahadapi Kondisi Bangsa Indonesia Sekarang “ membawa si pembicara mengatakan sebuah kata Subfersive yang pengertiannya adalah kritis terhadap suatu hal yang terjadi, khususnya terhadap kebijakan atau sesumbar suatu golongan tertentu, baik itu yang mengatasnamakan rakyat maupun mengatasnamakan pemerintahan maupun golongan tertentu yang bertingkah terlalu subjektif dengan rangsangan ideologi masing-masing yang seringnya justru menciderai kelompoknya sendiri dalam rangka membangun bangsa Indonesia. Cidera-cidera kelompok yang seringnya bertingkah normatif dan tidak relvan serta tidak menggunakan korelasi yang baik pada akhirnya akan merusak orientasi yang paling dalam dari sebuah cita-cita untuk membangun bangsa ke...

Sumpah Pemuda The Generation

Agent Of Primitive Tentu masih terngiang dibenak semua saudara sebangsa dan setanah air, rekan-rekan mahasiswa dan semua masyarakat akan kejadian bentrok fisik antar mahsaiswa UNM (Universitas negeri Malang) yang kemudian berlanjut dengan tewasnya dua korban jiwa dari Mahasiswa. Tindakan yang seringnya kita lihat di adegan film yang menampilkan kehidupan masyarakat primitif telah terjadi secara aktual dan ironinya hal tersebut terjadi di dunia pendidikan, yang lebih memalukannya hal tersebut terjadi di wilayah perguruan tinggi negeri yang tentunya mengususng Tridharma perguruan tinggi dan mendengungkan agent of change. Nilai-nilai kemanusiaan yang sering diteriakkan oleh mahasiswa hanya sebatas awang-awang atau utopia jika melihat kondisi mahasiswa yang labil seperti kajadian di kampus UNM. Morat-maritnya mental pelajar yang dibuktikan dengan rangkaian aksi tawuran pelajar dari sekolah menengah hingga sekolah tinggi menunjukkan belum sempurnyannya pendidikan moralitas di neger...