Skip to main content

Desing Kereta Kertajaya

Waktu itu..


Awal Januari 2014 di musim penghujan yang penuh ragu bahkan pilu
Saat insan banyak berpuisi atas tetes hujan, berkeluh, bersyukur
Seorang wanita datang, tanpa firasat, tanpa mimpi, tanpa wahyu
Bukan bidadari, bukan peri hutan pinus, atau dewi kahyangan
Mengawali takdir, kisah, cerita, satire ini atau entahlah...
 
Dalam desing roda kereta Kertajaya tujuan akhir Surabaya
Keyakinan itu bermula, sebuah keyakinan tanpa dasar matematika
Hanya berlandas keyakinan yang dapat ditepis
Seperti mendung pertanda hujan akan datang, hanya akan...

Pandangan yang terjaga runtuh seketika
Hati terkunci, membuka secepatnya
Kelopak mata yang kokoh, runtuh dan berkaca-kaca
Ini apa? bisik dalam kalbu, pikir tersipu

Naluri jatuh cinta, ya aku tahu naluri jatuh cinta..
Tapi tak sewajarnya, tak biasanya..
Lebih dari sekadarnya..
Seolah rasa rindu, rindu berwindu-windu
Entah, seolah pernah bertemu di alam mana.. mungkinkah di padang takdir
Hingga membuat hati meronta, dan air mata tertahan begitu saja
Atau sebatas rasa kasihan?
Kasihan untuk apa? tak ada

Suratan takdir memang begitu adanya, membuat cemas anggota
Resah, gundah gulana
Yakinku, mungkin inilah pilihan Tuhan untukku
Rusukku.
Ah,, terlalu pede, terlalu kaku
Tapi setidaknya aku meyakini konsepsi itu
Bahwa rumput pun sudah diatur hidup matinya
Apalagi dua insan manusia yang bertemu, meski ambigu

Ya, namanya Puteri. Bukan Puteri Similikiti
Bukan pula Puteri Salju, bukan pula Puteri Tidur
Saya lebih suka memanggilnya Puteri Kerupuk.
Entahlah, yang pasti dia suka makan kerupuk
Begitulah..

Seorang yang membuatku senyap, membuatku bingung, bimbang
Dalam kesemuan
Dalam tarikan nafas
Membuatku rindu, dan mungkin cinta yang kurang tersampaikan
Atau mungkin memang hatinya sudah ada hati yang lain
Dan aku merusak keaadan itu, hanya berlandas keyakinan yang tak matematis dan logis
Sehingga sepatutnya aku pergi, seharusnya.

Tapi, bukankah cinta harus diperjuangkan. Jika benar itu cinta dan tak merusak kaidah
Jika benar itu rindu dan tak menebar ganggu
Jika yakin itu suratan dan bukan plesetan
Jika itu mimpi indah bukan mimpi buruk yang dekontruktif

Mungkin setiap wanita pun berharap, seorang pejuang datang padanya
Namun, seringkali lebih daripada itu
Seorang pria sering dituntut untuk menjadi paranormal, katanya
Meramal isi hati, isi hati wanita yang tak diungkapkan dengan kata-kata
Membingungkan
Entahlah..

Mungkin pada suatu saat kau akan membaca ini
Maka percayalah bahwa aku merindukanmu
Rindu yang sulit menghilang begitu saja
Kerinduan yang mengharapkan suratan, mengantarkan pada haluannya
Cinta yang sepi tanpa pamrih..

Bukan dramatisasi, seperti film Godzilla yang pernah kita tonton berdua
Bukan kesangsian rasa bagai mi ayam Comal di ujung sana
Bukan pula kegombalan lagu Jepang yang kunyanyikan pada malam itu
Tapi sebuah keindahan bagai lantunan kata pada novel-novel yang kau baca
Keindahan yang terususun rapi bagai buku yang tersusun di raknya
Percayalah, semua memang datang dan pergi
Namun ia akan kembali jika memang sudah menjadi kehendak
Dan mungkin pergi selamanya takkan kembali, karena memang bukan siapa-siapa
Semua pasti bermuara

Bukan perpisahan
Hanya pengakuan
Sebisa yang kuberikan
Tanpa lelah, tanpa imbalan
Berharap engkau tetap tertawa
Mewarta kabar malam
Kabar siang, kabar pagi, kabar senja
Kabar embun yang menyejukkan bagai raut wajahmu

Semoga memang benar, bunga-bunga harapan masih ada
Bunga perjuangan tumbuh subur
Hingga aku memenangkan apa yang harus kumenangkan
Hingga aku membangun apa yang harus aku bangun
Hingga bahtera terangkat kokoh,
Menghentak irama samudera

Jika memang ini khayalan, maka maafkanlah sepenuh jiwa 
Yang singgah, merayu, menggoda
Mengaku tanpa dasar, mengancam
Aku pasrah

Banyak alasan untuk merindukan, mencintai
Banyak pula alasan untuk membenci, meninggalkan
Puteri, aku merindukanmu pun dengan alasan
Alasan untuk membuatmu tersenyum tanpa beban

Bintang-bintang di langit pun memahami itu,
aku melihat wajahmu di setiap gugusnya
Ah, semoga...

Desing roda kereta Kertajaya,
Ini sepenggal satire yang pernah ada


bersambung...



















Comments

Popular posts from this blog

Point Of View Pertunjukan Wayang Kulit: Lakon Kumbakarno Gugur Dalam Kaitannya dengan Kehidupan Politik Berbangsa dan Bernegara di Indonesia

Pendahuuan Wayang sebagai kebudayaan nasional memiliki sejarah panjang dalam berbagai konteks dan dinamika kehidupan di Nusantara hingga menjadi negara yang bernama Indonesia. Menjadi alat ritual sesembahan terhadap dewa, menjadi alat dakwah, menjadi alat seni pertunjukan untuk menghibur masyarakat, hingga menjadi alat kekuasaan orang-orang yang berkuasa yang  berusaha memanfaatkannya, baik untuk suksesi diri dan golongannya maupun penanaman ideologi kepada orang lain melalui wayang. Dinamika perpolitikan di negri ini pun ada kalanya selalu dikaitkan dengan kehidupan dalam dunia wayang, baik itu nilai-nilai moralitas dalam wayang hingga hakikat penciptaan manusia dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sering di gambarkan dalam  wayang. Beberapa tokoh pergerakan nasional sering juga mengidentitaskan dirinya sebagai salah satu tokoh wayang yang tentunya dapat disimpulkan bahwa ia mencita-citakan dirinya sebagai orang yang ideal layaknya dalam kehidupan wayang ataupun...

Coretan Angin

Rakyat Subfersive Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 7 Oktober 2012, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UI Depok mengadakan diskusi dengan M. Sobary di sebuah Villa di Cisaruah, Bogor. Diskusi yang topiknya bertemakan “Peranan NU Dalam Mengahadapi Kondisi Bangsa Indonesia Sekarang “ membawa si pembicara mengatakan sebuah kata Subfersive yang pengertiannya adalah kritis terhadap suatu hal yang terjadi, khususnya terhadap kebijakan atau sesumbar suatu golongan tertentu, baik itu yang mengatasnamakan rakyat maupun mengatasnamakan pemerintahan maupun golongan tertentu yang bertingkah terlalu subjektif dengan rangsangan ideologi masing-masing yang seringnya justru menciderai kelompoknya sendiri dalam rangka membangun bangsa Indonesia. Cidera-cidera kelompok yang seringnya bertingkah normatif dan tidak relvan serta tidak menggunakan korelasi yang baik pada akhirnya akan merusak orientasi yang paling dalam dari sebuah cita-cita untuk membangun bangsa ke...

Sumpah Pemuda The Generation

Agent Of Primitive Tentu masih terngiang dibenak semua saudara sebangsa dan setanah air, rekan-rekan mahasiswa dan semua masyarakat akan kejadian bentrok fisik antar mahsaiswa UNM (Universitas negeri Malang) yang kemudian berlanjut dengan tewasnya dua korban jiwa dari Mahasiswa. Tindakan yang seringnya kita lihat di adegan film yang menampilkan kehidupan masyarakat primitif telah terjadi secara aktual dan ironinya hal tersebut terjadi di dunia pendidikan, yang lebih memalukannya hal tersebut terjadi di wilayah perguruan tinggi negeri yang tentunya mengususng Tridharma perguruan tinggi dan mendengungkan agent of change. Nilai-nilai kemanusiaan yang sering diteriakkan oleh mahasiswa hanya sebatas awang-awang atau utopia jika melihat kondisi mahasiswa yang labil seperti kajadian di kampus UNM. Morat-maritnya mental pelajar yang dibuktikan dengan rangkaian aksi tawuran pelajar dari sekolah menengah hingga sekolah tinggi menunjukkan belum sempurnyannya pendidikan moralitas di neger...