Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2012

Catatan Hijau

Tanggal 15 Sepetember 2012 mengantarkanku pada titik hijau di Cirebon, Munas NU. Musyawarah dan Konferensi besar NU tahun ini bertempat di Pondok Pesantren Kempek Cirebon sebuah Pesantren milik Keluarga Said Agil Siradj (Ketua PBNU). Perjalanan di mulai dari Depok sekitar Mako Brimob Kelapa Dua untuk menuju ke rumah Bapak Ahmad Suady (Wahid Institute). Beliaulah yang akan memberikan tumpangan mobil kepada kami. Kami, ya kami (saya (Universitas Kehidupan) dan bang Baim (lulusan Ilmu Politik UI)) segera saja menuju ke rumah bapak Ahmad Suaedy  yang tidak jauh dari Mako Brimob, tapi kami hanya sebentar saja di kediaman beliau karena kita semua akan menjemput teman yang satu lagi yang bernama Dr. Greg Barton (penulis biografi Gusdur) dari Monash University. Tanggal 15 September sepatutnya saya mengikuti sidang LPJ Kuliah Kerja Nyata di balai Sidang BNI kampus UI tercinta. Mungkin set back nya demikian (saya ajak ke kehidupan 2 bulan yang silam):                                  

Nada Minor Untuk Munir

Nada  Minor Untuk Munir Sudah 8 tahun Munir Said Talib meninggalkan bangsa tercinta ini untuk selama-lamanya. Aktivis dan pembela Hak Asasi Manusia ini meninggal dalam perjalanan ke Belanda karena sebuah Racun mematikan arsenik yang di lakukan oleh pilot Garuda Polly Carpus Budi Hari Prihanto. Kematian yang mendadak terhadap aktivis hak asasi manusia ini sangat mengejutkan semua pihak yang merasa dibelanya. Suara nyaringnya untuk membela kaum tertindas dan mereka yang tak mendapat keadilan dengan layak oleh pihak berwenang menjadikan Munir menjadi sosok yang ditakuti oleh sebagian besar pihak yang takut akan suara nyaringnyas tersebut, mulai dari oknum pemerintahan hingga oknum dari jajaran militer merasakan ketdaknyamanan akan Munir. Hitam putih penegakan HAM di Indonesia memang nyata adanya, dari pelanggaran HAM di Timor Timur sampai Papua ataupun dari Marsinah sampai tragedi 1998 merupakan kasus-kasus besar yang seolah-olah sengaja dilupakan untuk mengusutnya dengan cerdas da

Usang 3 (Opini)

         Nobel Suu Kyi, Rohingnya, dan Pancasila Menerima hadiah nobel perdamaian bukanlah akhir dari perjuangan, justru menerimanya sebagai penghargaan bergengsi dan diakui dunia sebagai orang berjasa dalam suatu bidang tentunya harus lebih giat lagi beraksi dan membela apa yang harus di bela. Begitu juga ketika Aung San Suu Kyi menerima hadiah nobel perdamaian tentunya dia harus lebih giat lagi dalam pembelaanya untuk menegakkan perdamaian, hak asasi manusia, dan keadilan di dunia ini khususnya di negeranya sendiri yang memang sedang dilanda krisis HAM seperti apa yang terjadi pada etnis Rohingya di Myanmar. Bukan konflik agama Islam dan Budha, jangan dibawa kasus agama dalam isu penindasan etnis Rohingya di Myanmar. Ini semua adalah tanggung jawab semua umat, dimana minoritas sekali lagi tertindas oleh rezim yang mayoritas. Perlu adanya perhatian khusus dan bukan sekedar aksi unjuk rasa menentang melainkan intervensi langsung melalui diskusi dan pertemuan kedua belah pihak. Bag

Usang (2)

                                                                                                                                                                                                 Merang-merang di Persimpangan Semua bergeming tentang perbedaan yang tak menyatu Meruntuhkan hakikat dan orientasi penghambaan Luluh dalam luka seribu bayangan wajah indahnya Membelai perasaan dan angan dalam semi angkara dan seperempat murka Setahuku hanya lima huruf dalam kata itu Tapi susahnya minta maaf Lidahnya bagai tergulung ileh tali bajah Berat sekali mengungkapkan itu Hingga akhirnya harus bergumul dengan seribu tanda tanya Hakikat untuk tidak sendiri masih sebatas garis khatulistiwa Terbenam dalam kisah pithecanthropus erectus yang tanda tanya Selebihnya adalah kisah pertandingan sepak bola Kisah cinta memang tak terhitung jumlahnya, tapi buat apa kalau hanya terdiam dan mendiam saja? Ingin menangis tapi galon tak mampu menampungnya Serasa di awang-a