Skip to main content

Usang 3 (Opini)

         Nobel Suu Kyi, Rohingnya, dan Pancasila

Menerima hadiah nobel perdamaian bukanlah akhir dari perjuangan, justru menerimanya sebagai penghargaan bergengsi dan diakui dunia sebagai orang berjasa dalam suatu bidang tentunya harus lebih giat lagi beraksi dan membela apa yang harus di bela. Begitu juga ketika Aung San Suu Kyi menerima hadiah nobel perdamaian tentunya dia harus lebih giat lagi dalam pembelaanya untuk menegakkan perdamaian, hak asasi manusia, dan keadilan di dunia ini khususnya di negeranya sendiri yang memang sedang dilanda krisis HAM seperti apa yang terjadi pada etnis Rohingya di Myanmar.
Bukan konflik agama Islam dan Budha, jangan dibawa kasus agama dalam isu penindasan etnis Rohingya di Myanmar. Ini semua adalah tanggung jawab semua umat, dimana minoritas sekali lagi tertindas oleh rezim yang mayoritas. Perlu adanya perhatian khusus dan bukan sekedar aksi unjuk rasa menentang melainkan intervensi langsung melalui diskusi dan pertemuan kedua belah pihak. Bagi Indonesia sendiri yang juga pernah mengalami konflik SARA di beberapa tempat dan kemudian berhasil menyelesaikannya di meja perundingan secara damai tentunya harus berada di barisan terdepan penyelamatan manusia-manusia Rohingya yang tetindas di negrinya sendiri hanya karena perbedaan bentuk rupa.
Sebelum aksi pembunuhan massal yang lebih tepatnya adalah genosida, maka semua dunia harus bersatu menyelematkan masyarakat Rohingya.
Kesadaran Multikulturalisme
Adanya pembantaian terhadap etnis minoritas di negara Myanmar, tidak lain karena rendahnya kesadaran multikulturalisme dan ini menjadikan ketidakseimbangan sikap nasionalisme di negara tersebut. Sehingga, munculah benih Chauvanisme dan primordialisme terhadap warga mayoritas dan menciptakan kekuatan-kekutan negatif yang salah satunya berwujud pengusiran dan pembantaian terhadap warga Rohingya yang notabenenya adalah warga Myanmar sendiri. Rasisme maupun mono etnisitas oleh mayoritas semakin diperparah dengan pebedaan kepercayaan antara mayoritas dan minoritas. Sehingga isu agamalah yang kemudian berkembang di publik terhadap kasus Rohingya. Ketidaksiapan menjadi negara yang terdiri atas suku bangsa yang berbeda jelas sekali tercermin di pihak Mayoritas penduduk Myanmar khususnya penguasanya yang bengis karena tega membantai warganya sendiri. Untuk itu perlu adanya pendidikan multikulturalisme selain dari pendidikan nasionalisme kebangsaan di Myanmar yang tujuannya adalah menciptakan situasi damai dan aman ditengah perbedaan. Myanmar harus belajar dengan Indonesia dimana ratusan suku bangsa, enam agama dan berbagai kepercayan ada di Indonesia tetapi jalinan kasih tetap terjalin dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu perlu diadakanya intervensi paham Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika terhadap Myanmar sebagai salah satu bentuk kepedulian kita selaku bangsa yang pernah mengalami konflik SARA tetapi mampu mengatasi yang tentunya kesadaran untuk bersatu itu kembali ada karena rangsangn kita untuk kembali kepada nilai-nilai Pancasila serta semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Kekerasan dan Perpecahan
Perpecahan yang disebabkan ketidaksadaran menerima perbedaan tentunya akan semakin larut jika tidak ada tindakan penghentian tindakan kekerasan terhadap warga Rohingya. Inisiatif peraih nobel perdamaian dalam mengurangi kisruh yang ada sangat dibutuhkan disini. Sehingga Suu Kyi harus segera bergerak melakukan dialog bersama serta mengundang berbagai negara termasuk Indoensia dalam rangka mencari solusi perdamaian yang tepat. Tentunya bukan sehari atau dua hari menyelasiakan konflik etnis di Myanmar melainkan butuh waktu yang cukup panjang, oleh karena itu perlu adanya seorang berpengaruh seperti Suu Kyi melakukan lobi-lobi itu. Jika Suu Kyi hanya diam berarti nobel perdamaian yang diberikan kepadanya merupakan nobel yang salah sasaran dan semestinya di cabut.
Solusi Perdamaian  
Solusi perdamian yang ada untuk kasus Rohingya tidak lain adalah upaya kesadaran pihak penguasa Myanmar itu sendiri untuk membuka diri dalam dialog maupun investigasi serta pen nertiban militer Myanmar yang melakukan tindak kekerasan terhadap wargan sipil. Ulama agama setempat (Budha) pun harus diandilkan dalam masalah ini, untuk mencerahkan publik Myanmar dan dunia bahwa masalah utama kekerasan terhadap warga Rohingya bukan masalah agama. Penguasa dan ulama Budha Myanmar sangatlah penting dalam menciptakan iklim damai yang sangat labil di negara ini. Untuk itu jika Indonesia ingin membantu menyelesaikan kasus Rohingya di Myanmar maka harus ada inisiatif memepertemukan penguasa, ulama Budha, dan etnis Rohingya itu sendiri. Belajar dari kasus-kasus di Indonesia
Kesimpulan
Demi dunia yang damai khususnya Myanmar dengan etnis Rohingyanya maka diperlukan kerjasama semua dunia tanpa melihat agama dan suku bangsa dari kasus ini. Yang pasti kasus pembantaian etnis Rohingya adalah tindak kezaliman dan pelanggaran HAM yang tidak bisa diampuni apapun alasannya. Nobel peradamaian yang diterima Suu Kyi semestinya menjadikan wanita ini gigih juga dalam menyelesaikan kasus Rohingya. Begitu juga Indonesia yang pernah memiliki kasus SARA dan menjadi negara multikultur dan etnis tapi mampu bersatu dalam ideologi Pancasila tentunya harus berdiri di barisan paling depan dibandingkan negara lain dalam membantu menyelesaikan kasus Rohingya ini, untuk perdamian dunia yang lebih baik.

Akbar Priyono
                       _______________________________________________________                                   

                 Sekitar PKS dan PSK

Integritas suatu partai politik ditentukan dari kebijakan-kebijakannya. Melalui kasus BBM yang menodai citra Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai sebuah partai koalisi yang plin plan dan terkesan menghianati setgab menunjukkan kepada mata semua masayarakat akan adanya kerendahan kualitas harga diri partai.
Apa bedanya PKS dengan PSK (Partai Suka Komersial) karena yang dicari hanya kuasa dan sangat opurtunis. Sangat Ironi jika partai yang kader-kadernya berasal dari intelektual kampus sesuai dengan ekspansinya yang merenggut Lembaga Dakwah Kampus (LDK) di kampus –kampus besar seperti UI misalnya, tetapi outputnya mengahsilkan kader yang merendahkan dirinya di dalam zona power of politic.
Menjual diri demi kekuasaan dalam politik adalah hal yang wajar dalam rangka perebutan kekuasaan politik, begitu juga kemunafikan dan penghianatan. Hanya saja posisi PKS yang berada dalam setgab koalisi pemerintah telah memberikan statement kepada masyarakat bahwa partai ini bukan oposisi layaknya PDI. Lalu apa yang terjadi beberapa hari yang lalu dimana atas nama rakyat mereka berubah haluan untuk menetang kebijakan pemerintah yang sebelumnya mendukungnya yakni sektar naik tidaknya harga BBM.
Sekiranya hal ini hanya usaha untuk mencari muka di depan public berarti tidak lain ini semua adalah tindakan hipokrit/ kemunafikan yang mengatasnamakan kesejahteraan rakyat. Tiga menterinya dalam kabinat Indonesia bersatu seperti Tifatul Sembiring (Menkominfo) mendapat ancaman disingkirkan dari kabinet oleh Susilo bambang Yudhoyono. Entah itu gertak sambal atau gertak terasi karena jika SBY melepas PKS tentu saja presentasi koalisi akan berkurang 10 persen yang dapat mengancam posisi partai terhadap oposisi.
Mengambang seperti kotoran di sungai hanya akan merusak citra partai PKS itu sendiri sebagai partai yang identik dengan agama dan mengidentikan diri dengan nilai-nilai religiusitas dalam visi-misi partainya. Itulah bahayanya agama yang dibawa kedalam partai demi suksesi kekuasaan. Jangan mengidentikan diri dengan pelacur yang membengkang kepada mucikarinya, karena PKS bukan pelacur dan Demokrat bukan Mucikari.
Ketegasan mengambil keputusan terlebih demi menjaga suara partai tetap aman di mata rakyat agaknya sangat sulit. Itikad baik PKS yang berusaha membela rakyat melalui perubahan keputusan yang berubah tiba-tiba dapat kita beri sedikit apresiasi. Julukan partai rewel mungkin lebih tepat diberikan terhadap partai PKS sebagai bentuk apresiasi, kecuali para pendukung setia partai ini tentu akan berkata lain.
Memandang partai dari sudut buruknya memang sebuah tindakan kurang bijak seperti saya sekarang. Karena pada faktanya kekuatan kader dan system pengkaderan mereka sangat kuat seperti yang diatas disebutkan yakni menkader sejumlah Mahasiswa kampus yang intelektual dan nyatanya dari partai ini muncul seorang tokoh idaman sperti Hidayat Nur Wahid sebagai sosok yang karismatik dan sederhana kecuali mantan anggota DPR yang menonton film bokep.
Melihat kader-kader mudanya yang kalem dan alim semestinya jangan dijadikan alat untuk melegitimasi kealiman itu untuk menutupi segala kebobrokan yang ada, melainkan dijadikan obat untuk meluruskan visi-misi partai agar tetap mengedepankan kesejahteraan rakyat bukan kekuasaan semata. Itulah yang mungkin saya inginkan dari Partai Keadilan Sejahtera sebagai konsekuensi ikut koalisi dengan partai penguasa.

Terus Terang untuk Terang terus
Nak, coba bedakan antara PKS dan PSK ? jawaban si Anak tidak dapat di tuliskan dalam tulisan ini. Intinya PKS harus menjaga integritas yang ada tanpa memposisikan dirinya dalam keragu –raguan. Kritik ini tentunya sengaja dipedaskan dan bukan hanya untuk PKS tetapi untuk pembelajaran bagi partai koalisi lain seperti PKB, Golkar, dan untuk partai oposisi yang selalu mengkritik tanpa ada orientasi real untuk mengubah tatanan.
Keterusterangan Partai Keadilan Sejahtera harus ada agar terang terus dalam menjalankan visi-misinya. Jika redup (plin plan) tentu nasibnya dalam koalisi dan di mata rakyat tidak akan terang dan hambar serta mendapatkan negative thinking seperti ini. Terus terang saja saya menulis ini tidak lain karena saya kurang begitu suka dengan partai ini, dimana langkah-langkah politiknya telah menjadi arus kuat dan tembok besar dalam institusi pendidikan seperti di kampus Universitas Indonesia dimana saya juga bernaung disana.
Atas doktrin-doktrin dalam LDK kampus dalam perkembangannya memiliki persamaan dengan visi misi Partai Keadilan Sejahtera ini yang sering dikaitkan dengan golongan Tarbiyah. Terkesan su’udzon memang, tetapi apa daya memang kenyataannya demikian, asal jangan menodai agama dengan suksesi partai
Buruk baiknya PKS tentunya tidak dapat di pandang secara genral melainkan harus dikaitkan dengan oknum – oknum yang ada dalam menjalankan kebijakannya. Intinya jika PKS tidak ingin direndahkan oleh golongan lain maka jangan menjadi PSK dalam rangka kemaslahatan umat. Menjadi yang real itu lebih baik daripada yang berkedok apalagi keok itu bernama Agama. Apa Kata Tuhan nanti..

“Dunia tanpa politik agaknya sepi, tetapi ketika kekuasaan dijadikan tujuan hidup maka kehinaan di depan mata, apalagi ketika agama dijadikan kedok dan legitimasi kekuasaan”
-pri-
                                
_________________________________________________________________
                                
          Kartini Abad 21, Hedonesia, dan Konsumeresia

“Usaha kami mempunyai dua tujuan: ikut memperbaiki derajat bangsa kami dan membuka jalan bagi kaum wanita kami ke arah martabat yang lebih baik dan berperikemanusiaan. Kepada kalian yang mempunyai banyak simpati kepada Tanah dan Bangsa Jawa kami memohon dengan sangat: Bantulah kami untuk melaksanakan cita-cita kami yang bertujuan keselamatan bangsa dan sekse kami!”

Sepenggal surat diatas merupakan surat R.A Kartini yang disampaiakan kepada Nellieven Kol pada Agustus 1901. Ditulis beberapa tahun sebelum meninggalnya beliau pada  tanggal 17 Sepetember 1904. Surat ini merupakan cerminan perjuangan beliau yang ingin meningkatkan derajat wanita Jawa yang pada masanya tidak mendapatkan tempat khususnya dalam bidang pendidikan.
Dimensi Kartini waktu itu tentunya berbeda dengan dimensi sekarang yang sudah mengenal istilah kesamaan gender, bicara mengenai gender tentunya bukan berarti memberikan kesamaan antara laki-laki dan perempuan tanpa batasan, melainkan istilah kesamaan gender adalah menuntut hak yang sama tanpa melupakan kodrat masing-masing. Terlepas dari itu, Kartini merupakan sosok reformis di tradisi Jawa yang hirarki dan memandang laki-laki sebagai dewa yang tak bisa dibantah. Istilahnya adalah kasur, sumur, dapur yang memiliki arti wanita hanya menjadi pelayan bagi sang Suami.

Paradigma Kesetaraan
Kartini menjadi sosok yang idealis dalam memperjuangkan lingkungan dan kaumnya khususnya dalam hal pendidikan. Pendidikan yang di enyam Kartini sebagai keturunan bangsawan Jawa waktu itu menjadikan Kartini lebih peka dan sadar akan meratakan pendidikan kepada kaum wanita di sekitarnya agar memiliki pengetahuan yang luas dan bisa menulis. Dibuktikan dengan keberhasilannya membangun sekolah wanita pertama di Hindia Belanda dengan kurikulum yang dimilikinya. Meskipun tidak sepenuhnya bahkan tidak ada wanita yang berasal dari golongan bawah bersekolah di tempat Kartini, tentunya dengan pertimbangan yang ada baik lingkungan maupun jumlah siswa waktu itu, setidaknya Kartini adalah pelopor pergerakan wanita pertama di negeri ini.

Habis Gelap Terbitlah Terang
Surat-surat Kartini seperti halnya surat di awal tulisan ini setidaknya memberikan gambaran penting bahwa Kartini adalah wanita yang melek huruf dan memiliki cita-cita tinggi utamanya dalam rangka membangun bangsa serta kesetaraan kaumnya yang sangat berbeda jauh intervalnya dengan laki-laki Jawa pada umumnya. Berasal dari golongan Ningrat tetapi hatinya merakyat itulah Kartini sang pnerang di tengah Kegelapan. Usianya memang pendek tetapi perjuangnnya terasa sepanjang zaman dan turut serta mewarnai sejarah kebangkitan bangsa Indonesia ini. Hanya saja apakah Kartini yang baru ada dan lahir kembali di negeri ini?

Arus Globalisasi dan Wanita Indonesia
Zona tanpa batas itulah globalisasi, segala budaya bangsa dari segala penjuru bangsa dapat mempengaruhi melalui berbagai obyek yang ada. Problematika yang melanda generasi muda penerus Kartini “Sang Penerang di tengah Kegelapan” pun semakin besar. Globalisasi yang membawa virus Hedonisme serta Konsumerisme telah merenggut banyak Kartini abad - 21 ini. Sejumlah merk dagang di beli dan dikonsumsi bukan melihat kebutuhan melainkan keinginan nafsu semata agar tidak tertinggal zaman atau hanya digunakan untuk alat gengsi semata. Harapan yang besar untuk generasi muda rupa-rupanya hanya akan menjadi tumpul jika tidak ada kesadaran berbangsa dari mereka layaknya Kartini yang dulu memperjuangkan perubahan ke arah modernitas yang positif melalui pergerakan pendidikan dan kepekaan terhadap masyarakat kecil. Di zaman sekarang baik itu kalangan wanita umum maupun Mahasiswa gaya hedoni dan konsumtif menjadi hal yang lumrah di sebagian kalangan mereka yang khususnya orang – orang kaya. Bagi mereka modern adalah menghamburkan uang untuk membeli barang-barang yang mewah dan bergaun ala ratu Elisabeth ke kampus. Sikap apatis terhadap lingkungan yang membutuhkan pun semakin besar.

Hedonesia dan Konsumeresia
Kartini Ningrat yang merakyat memang membawa perubahan dan bahkan menularkannya pada sebagian wanita Indonesia di kemudian hari. Hanya tulisan ini berusaha mengkritik sikap Hedonesia (Hedonisme ala wanita Indonesia) dan Konsumeresia (Konsumerisme ala wanita Indonesia) yang semakin berkembang khususnya di kalangan mahasiswa yang semetinya memberikan tauladan kepada masyarakat dimana mereka berada dalam posisi elit pendidikan yang pada masa lalu diperjuangakn dengan keras oleh Kartini agar para wanita mendapatkan ruang pendidikan. Lalu ironinya mereka yang duduk di wialyah perjuangan pendidikan telah mengabaikan nilai-nilai agung pendidikan sebagai fungsi memanusiakan manusia dimana kebanyakan diantara mereka adalah kaum wanita yang terjerumus ke lubang Hedonisme dan Konsumerisme yang berawal dari pemahaman yang salah terhadap konsep modern melalui objek – objek iklan yang ada di media. Untuk itu diperlukan kesadaran dalam setiap individu penerus Kartini dengan merevitalisasi semangat Kartini.

Kesimpulan
Niatan Kartini untuk menjadikan wanita pribumi Hindia Belanda waktu itu dalam rangka meningkatkan kulaitas sumber daya manusia melalui pendikan merupakan niatan yang tulus sebagai respon atas terbelakangnya wanita masa itu dan atas penjajahan Belanda yang menindas rakyat. Perjuangan inilah yang menjadikannya dekat dengan berbagai kalangan baik pribumi maupun orang Belanda seperti pada isi surat-suratnya. Sikapnya yang reformis sepantasnya dijadikan ilham oleh para Kartini Abad 21 dalam rangka mengembangkan kreatifitas dan kulaitas diri dalam rangka membangun bangsa Indonesia ini, bukan malah membudayakan sikap Hedonis dan konsumtif kiarena ini sungguh bertententangan dengan semangat Kartini maupun semnagat bangsa Indonesia.
  
Oleh:
Pri
                                                        
__________________________________________________________________

                        SuJu dan Supriyono

Agar perut rakyat terisi, kedaulatan rakyat perlu ditegakkan. Rakyat hampir selalu lapar bukan karena panen buruk atau alam miskin, melainkan karena rakyat tidak berdaya. (Moh. Hatta)

Terdengar sebuah obrolan di halte, bis, kereta ataupun kelas perkuliahan yang membicarakan akan datangnya boy band asal korea “SuJu” (Super Junior) pada bulan ini. Lebih ramainya lagi kabar berita di media massa yang meninformasikan antrean tiket konser yang mengular sampai ratusan ribu pengantre, padahal tiket yang disedikan panitia hanya berkisar dua puluh ribu lembar. Fenomena yang lucu.

Lain konser SuJu lain pula Pak Supriyono (Nama Samaran), warga sebuah kelurahan yang harus bekerja keras untuk menghidupi istri dan kelima anaknya. Bekerja serabutan berangkat pagi dan pulang malam demi adanya senyum tawa di gubuk kecilnya yang berukuran 3x4 meter dan merupkan rumah kontrakan. Penghasilan seharinya berkisar Rp.20.000-Rp.30.000 sehingga dapat dibayangkan penghasilan perbulan dibagi membayar kontrakan, makan ke-5 anaknya dan istrinya. Pekerjaannya hanya berkisar kuli di pasar, kadang jadi tukang batu, bahkan menjadi pemulung dengan banyang-bayang mengepulnya asap dapur. Sehingga tidak heran jika Pak Supriyono masih punya tanggungan hutang dengan banyak orang termasuk renteneir.

Fenomena Hitam Putih
Sosok Pak Supriyono yang saya gambarkan hanya sosok fiksi yang pada hakikatnya mewakili tiga puluh juta lebih rakyat miskin di Indonesia dengan penghasilan Rp. 20.000 per hari atau Rp. 600.000. Jika dibandingkan dengan para penggemar SUJU yang merelakan uang Rp.500.000 (harga minimal tiket) maka harga tiket tersebut setara dengan penghasilan Pak Supriyono ini. Ini merupakan bentuk Hitam Putih kehidupan dimasyarakat Indonesia yang menunjukan tidak adanya ketidakadilan dan kesadaran individual untuk turut serta mensejahterakan manusia Indonesia. Mungkin saja diantara penggemar ada yang rela memecahkan celengan selama setahun demi membantu perawatan kulit dan rambut personel SUJU ini.

Ketidakberdayaan
Tentunya sangat salah jika menganggap kemiskinan adalah sebuah kesalahan sesorang, banyak sekali orang-orang yang mengalami kemiskinan dikarenakan sistem yang salah termasuk sirkulasi uang yang ada, dimana dengan adanya proyek liberalisme ekonomi telah menjadikan yang berada di posisi kaya tambah kaya, sedangkan yang miskin tambah miskin. Ini semua bentuk ketidakberdayaan rakyat yang selalu menjadi korban dari kebijakan yang ada oleh pihak yang Penguasa.
Begitu juga maraknya komunitas penggemar produk asing seperti fans fanatic boy band SuJu merupakan bentuk ketidakberdayaan para penggemar dalam menjaga dirinya untuk tidak terjebak dalam pengaruh asing secara berlebihan, sehingga rela menghamburkan uang hanya untuk melihat joged personel band asal Korea yang katanya sangat nyeni, nyentrik, dan nyeleneh. Menonton konser ataupun mencintai produk budaya asing merupakan hak setiap insan , hanya saja  ketika itu sudah berlebihan dan melupakan segalanya termasuk rakyat miskin disekitar kita, padahal sedikit-banyak kita mampu membantu, maka kita bukan insane yang peduli sesama
Semakin hambar saja bangsa ini jika para pemudanya telah menjadi gila karena tidak mampu memposisikan diri dalam arus globalisasi dan perubahan zaman yang penuh dengan keterbalikan makna, dimana yang maya dimunculkan dalam realita kehidupan sedangkan yang nyata diabaikan, misalnya kasus pak Supriyono lainnya yang nasibnya terabaikan oleh selembar tiket.

Selembar Tiket  Sebulan Kehidupan
Beruntunglah mereka yang tidak memperoleh tiket konser dan masih menyesali kegagalan tidak bisa menonton Boy Band kesayangannya. Mengapa tergopoh-gopoh mengantre tiket konser seharga Rp.500.000 padahal di sudut kota kita misalnya saja Jakarta tempat dimana SuJu mengadakan konser, masih banyak yang membutuhkan uluran tangan kita. Pak Supriyono yang fiksi ini mewakili jutaan keluarga di Indonesia yang mengalami banyak problematika ekonomi dan dibutuhkan kesadaran dari semua pihak untuk bisa membantu antara orang yang satu dengan orang lain yang kesusahan. Silakan saja yang memposisikan dirinya untuk tetap menjadi penggemar boy band Korea asalkan tidak melupakan orang-orang seperti Pak Supriyono lainnya yang penuh dengan kekurangan. Begitu juga untuk tetap menjaga loyalitas kepada budaya bangsa yang kian tersisihkan.

Kesimpulan
Tulisan ini hanya sebuah refleksi atas fenomena yang ada, dimana terdengar dimana-mana suara tentang kedatangan SuJu ke Indonesia yang dipenuhi juga sikap histeris dan rasa kecewa akibat kegagalan mendapatkan tiket konser yang harganya mampu digunakan untuk hidup satu bulan orang yang berada di garis kemiskinan. Untuk itu perlu kiranya setiap para insan yang sudah terkena virus demam Korea untuk segera sadar dan menunjukan dirinya bukan pada posisi labil, yakni dengan memberikan uluran tangan kepada mereka yang membutuhkan seperti Pak Supriyono tadi, kecuali kita generasi yang gemblung.


"Satu Tiket Sebulan Kehidupan Bagi Mereka"

-pri-

_____________________________________________________


                   Feminisme Dalam Sangkar

Mendekati hari Kartini 21 April sayup-sayup suara manusia dari berbagai belahan daerah meneriakkan nilai-nilai yang berbau kewanitaan maupun nilai perjuangan dan pergerakan wanita Indonesia atau nilai-nilai feminisme yang dalam abad 21 ini benar-benar diperjuangkan eksistensinya oleh berbagai elemen, sebagai upaya pengakuan wanita yang tidak sekedar menjadi pelengkap dalam kehidupan di muka bumi ini.
Wanita atau kaum hawa selalu identik dengan kecantikan, gemulai dan juga identik dengan posisinya di ketiak para kaum lelaki sebut saja kaum adam. Dapur, sumur, kasur masih menjadi brand market dari kebanyakan visualisasi masyarakat di beberapa tempat. Dimensi lain wanita sebagai manusia yang memiliki derajat yang sama seperti halnya lelaki seringkali harus terelakkan oleh sebuah sistem entah itu sistem masyarakat setempat yang berupa adat dan tradisi, bahkan sistem agama yang seringkali ditemukan porsi patriaki yang dominan dan memposisikan perempuan sebagai pelengkap saja.
Kejahatan dan kekerasan kepada wanita dari dulu sampai sekarang oleh pihak lelaki tetap saja dominan dari tahun ke tahun. Dari mulai kekerasan dalam rumah tangga, disusul perdagangan wanita, sampai perkosaan dalam angkutan umum menunjukkan bahwa posisi wanita masih berada dalam posisi yang “di bawah kuasa lelaki”. Berbagai statement pun muncul speperti halnya statement bahwa wanita dibawah lelaki itu merupakan sebuah kodrat.

Sangkar Agama
Mitos-mitos tentang perempuan sebagai biang dari dosa lelaki atau sekedar pemicu reaksi kejahatan kaum lelaki  masih sering terdengar, sebut saja kasus rok mini. Agama sesuatu yang di dalamnya memuat hukum yang mengatur kehidupan manusia ke arah yang lebih baik, hanya saja seringkali ditemukan penarfsiran hukum yang kemudian dikuasai oleh satu pihak saja dan dalam konteks ini adalah agama dari dulu hingga sekarang menjadi alat legitimasi adanya konsep patriarki dengan dasar dalil kitab suci. Memang dalam hal agama ini saya tidak bisa membahas secara mendetail lagi karena perbedaan sudut pandang penafsiran tentang wanita didalam lingkungan agama telah menjadi polemik dan perdebatan panjang hingga sekarang. Intinya dalam menafsirkan diperlukan adanya konteks zaman dan sosio-kultur yang ada, agar tidak memunculkan ketidakadilan (inequalities) terhadap masalah gender melainkan nilai-nilai kemanusiaan perlu digarisbawahi dengan besar karena agama memiliki peran memanusiakan manusia bukan memenangkan status manusia yang satu atas lainnya hanya karena perbedaan gender (gender difference).

Sangkar Tradisi dan Budaya
Munculnya sosok-sosok pejuang wanita di dalam perjunagan pra kemerdekaan Republik Indonesia telah memberikan bukti yang real atas posisi wanita tidak dapat dianggap sebelah tangan. Kartini di Jawa Tengah, Dewi Kartika di Jawa Barat, Cut Nyak Dien di Aceh telah memberikan bobot terhadap posisi wanita di masa setelahnya. Memang terlihat sedikit, tetapi dari gelagat para wanita pejuang ini tetnunya mereka berada di dalam prinsip yang sama yaitu melawan arus yang ada waktu itu. Dimana penjajahan yang itu bukan penjajahan manusia telah banyak merenggut korban wanita dizamannya yakni pakem atau aturan-aturan yang tertulis maupun tidak tertulis di lingkungan masyarakatnya. Mungkin Kartini dapat di jadikan contoh utama, dimana ditengah-tengah budaya Jawa yang sangat kental dengan sistem atau ideologi patrarki, Kartini mampu memposisikan dirinya ke arah yang visioner dan reformis. Kartini merangkul wanita disekitarnya untuk memperoleh pendidikan yang pada masanya adalah hal yang langkah bahkan tidak ada karena begitu kuatnya cengkeraman pakem waktu itu yang melegitimasi patriarki. Laki-laki adalah dewa yang tak boleh dibantah, siapa yang membantah akan celaka, diceraikan, dan tidak dinafkahi.

Feminisme Ala Kadarnya
Perjuangan wanita di Indonesia dalam mengangkat dirinya melalui gerakan feminisme selama ini masih tersandung oleh berbagai hal yang memang sudah menjadi tembok penghalang sejak zaman-zaman sebelumnya. Kasus perkosaan seorang wanita di angkot, pembunuhan seorang istri oleh suaminya menambah daftar kebengisan lelaki terhadap wanita yang mungkin di mata mereka (pelaku kejahatan) wanita hanya kaum lemah dan tidak akan berdaya dibawah kekausaan lelalki. Eksploitasi wanita baik itu melalui tayangan-tanyangan di televisi maupun kejahatan besar berupa perdagangan perempuan sebagai pelacur adalah kasus-kasus lama yang selalu terulang dan tentu akan terulang lagi selama gagasan feminisme tidak dipahami dan dihargai oleh semua pihak masyarakat. Agama, tradisi, dan budaya yang memiliki pakem-pakem tertentu berkenaan dengan wanita sering sekali dijadikan dasar pelegitimasian akan adanya bentuk patriarki yang sangat memberikan supremasi terhadap kebijakan lelaki, sehingga wanita seringnya menjadi objek misogini kaum lelaki yang kebanyakan diantara mereka mengabaikan  kulaitas kemanusiaan yang setara atau pandang gender. Feminisme di Indonesia hanya akan berada di dalam sangkar dan ala kadarnya  jika pakem-pakem yang melegitimasi itu masih ada.


Feminisme itu baik, asal tidak radikal dengan melupakan kodrat yang telah di gariskan Tuhan.
–pri-

_____________________________________________________________


                 Pentingnya Menerapkan Etika

Banyak yang mengaku Islam tapi tingkah lakunya tidak islami karena mengabaikan aturan yang ada dalam kehidupan beragama maupun bermasyarakat. Baik buruknya  seseorang bukan dilihat dari fisik meliankan bagaimana ia berperilaku dan mempertanggungjawabkannya. Cara berperilaku kita tentunya berkaitan erat dengan bingkai etika, dan karena kita beragama Islam maka setiap diantara kita dalam menjalankan sesuatunya tentu harus meggunakann etika yang baik dan benar sesuai dengan apa yang diajarkan agama.
Etika sendiri merupakan tolak ukur hakikat manusia di ciptakan, dimana bukan berapa hasil atau materi yang didapat oleh kita, melainkan dengan cara apa seseorang itu mendapatkan hasil alias proses seperti apa yang ia gunakan dalam menggapai hasil. Untuk itu, etika tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia yang penuh dengan proses. Ketika manusia melakukan proses dengan cara yang buruk dan biadab seperti melakukan tindakan korupsi, mencuri, menyontek saat ujian dan sebagainya tentu insan tersebut dapat disebut sebagai orang yang memiliki etika buruk dan tidak mendapatkan keberkahan dalam menggapai proses. Lain halnya mereka yang jujur dalam menjalankan proses tentu mereka dikategorikan dalam golongan yang beretika luhur, sehingga apa-apa yang mereka kerjakan termasuk hal yang diberkahi oleh Allah SWT. Mereka yang mengabaikan etika luhur tentunya melupakan bahwa kebahagiaan manusia itu di tentukan dengan keberkahan darimana ia mendaptkan sesuatunya bukan sekedar mendapatkan hasil sebanyak-banyaknya.
“ Dari Nawwas bin Saman Al.anshari, dia berkata: ” Aku bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai soal kebajikan dan dosa, Beliau bersabda: ”Kebajikan adalah akhlak yang baik, dan dosa adalah sesuatu yang merisaukan hatimu dimana kamu merasa tidak suka apabila hal itu sampai dilihat orang lain.”
Dari hadits ini disebutkan bahwa segala sesuatu yang berupa kenbajikan adalah akhlak yang baik yang merupakan perintah bagi setiap manusia untuk tetap menjalankan sesuatu denagan etika yang luhur lagi baik dan bijak.
Etika Agama dan Etika Filosofis
Agama yang senantiasa menjunjung nilai luhur berkenaan dengan etika ataupun moralitas dapat dikatakan sebagai soko gurunya nilai perilaku yang ideal. Seperti halnya dalam agama dalam filsafat etika di dialektikakan oleh berbaga filsuf seperti Sokrates, Plato maupun Aristoteles yang mana dalam kajian etika dalam filsafat di temukan pula ungkapan summun bonum (tujuan tertingggi) yang apabila di telaah akan memberikan penafsiran kepada kita bahwa tujuan tertinggi tersebut adalah Yang Maha Tinggi itu sendiri yankni Allah SWT, jadi sangat berkait anatara etika agama dan etika filsuf yang sama-sama memiliki tujuan akhir dan tertinggi yakni pada sesuatu yang Maha Tinggi. Sudah jelas bahwa segala sesuatu yang tertanam dalam jiwa manusia yang berupa nilai-nilai intrisik dan etika tidak lain adalah bagian dari sifat-sifat Allah SWT yang semestinya dijunjung tinggi eksistensinya melalui tingkah laku yang luhur pula karena Tuhan sendir adalah Dzat yang maha Luhur sehingga jika diantara kita melakukan tindakan atau tingkah laku yang buruk berarti melanggar nilai Ketuhanan tersebut yang kemudian mengarahkan kita kepada sifat hewani ataupun kebinatangan.
“ Dan Milik Allahlah segala sifat Yang Luhur (Asmaul Husna). (QS.7: 80)
Etika yang merujuk pada tujuan kepada Yang Tinggi tentunya berbeda dengan nilai Hedonisme yang menjurus pada kenikmatan atau kesenangan yang tertinggi terutama dalam proses yang dilakukan. Dalam Hedonisme (ajaran dari Epicurus) tidak ditemukan nilai kebahagiaan sejati karena proses yang dilakukan hanya bertumpu pada materi padahal menurut Plato yang berdialektika mengenai hal Yang Baik itu berkenaan dengan “kebenaran, keindahan, dan kebaikan” yang merupakan realitas yang semestinya ada dalam kehidupan manusia.
Dalam kaitannya antara etika agama dan etika filsuf tentunya di temukan kesamaan yang tidak lain kesamaan tersbut berupa sama-sama menjunjung tinggi nilai-nilai etika yang harus dipegang oleh setiap manusia. Jika Aristoteles berdialektika  “ kebaikan adalah pengetahuan dengan kebiasaan” maka Nabi Muhammad melalui sabdanya:” Perbuatan baik adalah yang perbuatan yang dilakukan orang sebagai kebiasaan”.
Orang Islam yang Islami
Al.quran selalu mengaitkan keimanan seseorang dengan tingkah laku baiknya. Betapa lemahnya iman seseorang jika tidak disetarakan dengan perbuatan baik. Al.quran memperingatkan manusia tentang balasan-balasan yang diperoleh dari apa yang mereka kerjakan
“Barang siapa berbuat baik, maka dia mendapatkan pahala sepuluh kali lipat, sedangkan yang berbuat buruk maka tidak akan mendapatkan imbalan (siksa) lebih dari sekedar apa yang dilakukannya; mereka sama sekali tidak akan diperlakukan secara tidak adil. (QS.6 : 160)
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa Nabi memerintah umatnya untuk tetap beristiqomah dalam menjalankan kebaikan, maka hal ini menjadi dasar bagi setiap individu muslim untuk senantiasa menjalankan etika luhur sebagai syarat menciptakan kehidupan yang islami.  Tanpa harus meninggalkan kreatifitas untuk mencapai kemajuan lahir batin, yang memiliki arti bahwa insan muslim dalam menjaga kehati-hatian bertingkah laku tidak berarti berhenti total dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat melainkan (zuhud) melainkan tetap eksis dan berkarya sebagai bentuk kesolehan kepada Allah dan kepada sosial.
Fungsi dan peran etika sangatlah penting dalam rangkah mengatasi berbagai krisis moral. Etika disini tentunya etika yang luhur memuat nilai-nilai kebaikan yang kemudian menjadi benteng bagi setiap insan yang menjalankan proses agar tidak mudah terganggu oleh sesutu yang negatif. Etika juga meliatih sesorang agar tidak selalu berprasangka buruk pada seseorang, dimana berprasangka buruk merupakan hal yang buruk
Dan kebanyakan mereka hanya mengikuti dugaan. Sesungguhnya dugaan itu tidak sedkit pun berguna untuk melawan kebenaran. Sungguh Allah Maha Mengatahui apa yang mereka kerjakan. (QS. 10: 36)
Ketika etika buruk telah menjadi karakter maka yang terjadi adalah kesulitan bagi orang tersebut untuk melepasakannya dan mmebuat kehidupannya kacau balau bahkan tidak berkah. Untuk itu hal-hal yang berkenaan dengan etika luhur segeralah dibiasakan agar supaya menjadi karakter yang luhur pula dalam diri kita. Karakter luhur innilah yang akan mencipatakan manusia Islam yang islami bukan sekedar islam KTP.
Etika adalah cahaya yang menerangi, untuk itu tetaplah nyalakan agar kita tetap berada dijalan Tuhan. Jalan Tuhan yang kita dambakan adalah jalan yang mustahil diraih jika kita menapaknya dengan cara tidak penuh keberkahan, melukai perasaan manusia lain, menyakiti atau menyiksa, mengambil hak orang lain, menzalimi orang lain, korupsi merupakan bentuk ketidakberkahan yang akan menempatkan diri seseorang menyimpang dari jalan Allah SWT, dan keburukan-keburukan yang dilakukan seperti yang telah disebutkan merupakan bentuk pelanggaran etika sebagai cahaya yang semestinya kita nyalakan dan miliki.
Sebagai orang islam yang ingin menjadi insan islam yang ideal yakni muslim yang islami tentunya harus pandai menjaga diri dan mempraktikan etika luhur di setiap langkah hidupnya, agar mencipatakan kehidupan yang harmonis dan tidak keluar dari arah kebajikan. Tentunya dibutuhkan kebiasaan untuk mencapai tahapan yang ideal ini, yakni berusaha menguasai diri dari godaan nafsu yang kita miliki dan selalu berusaha mendekatekan diri kita pada Allah SWT dengan cara menyelaraskan zikir, pikir, dan perjuangan dalam kehidupan yang fana ini.
Sikap hidup seperti yang diajarkan Nabi Muhammad, yakni menjadi manusia yang sederhana semestinya menjadikan kita untuk menjadi manusia yang sederhana dan beretika, yakni mengaharapkan hidup yang berkecukupan dan berkelakuan jujur serta adil, bukan mencari kemewahan yang kemudian dilampiaskan dengan melakukan korupsi terhadap uang rakyat yang kemudian merugikan semua pihak yang akhirnya juga menyiksa batin kita sebagai akibat dari pelanggaran etika tersebut. Oleh karena itu, kita semestinya menyadari betapa pentingnya menerapkan etika luhur sebagai bentuk upaya menjadi manusia Islam yang ideal.
Manusia tanpa mempedulikan etikanya adalah manusia yang rugi dan merugikan, serta dapat terendahkan derajatnya layaknya seekor binatang yang hanya menggunakan nafsu semata. Begitu indahnya ajaran Islam yang senantiasa mengarahkan umatnya kearah yang benar dan memanusiakan manusia terutama melalui pelajaran etika luhur ini. Mari berjuang mendekatkan diri kita kepada Allah dengan etika yang luhur.

Oleh 
Akbar Priyono
Santri Pesma MB

Comments

Popular posts from this blog

Makhluk Paradoksal Itu Bernama Prabu Watu Gunung

Prabu Wat u G unu ng : Sebuah Tragedi Moralitas Perkawinana Anak dan Ibu Latar Belakang Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 pulau, dan tentunya memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, begitu juga dengan keanekaragaman masyarakat yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga melahirkan budaya-budaya yang beranekaragam pula dengan nilai yang tak terhingga. Nenek moyang bangsa Indonesia adalah manusia yang penuh dengan kekreativitasan dalam berkarya seni dan pandai dalam memaknai dan mengelolah segala yang ada di alam sekitar. Bukti-bukti sejarah telah memberikan pemahaman akan hal tersebut, baik itu dalam bentuk situs seperti candi maupun peninggalan lain dalam bentuk tulisan yang terangkai indah dalam prasasti maupun teks-teks yang terwariskan. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan kondisi masy a rakat sekarang yang cenderung bangga terhadap budaya asing yang terkesan lata .

Point Of View Pertunjukan Wayang Kulit: Lakon Kumbakarno Gugur Dalam Kaitannya dengan Kehidupan Politik Berbangsa dan Bernegara di Indonesia

Pendahuuan Wayang sebagai kebudayaan nasional memiliki sejarah panjang dalam berbagai konteks dan dinamika kehidupan di Nusantara hingga menjadi negara yang bernama Indonesia. Menjadi alat ritual sesembahan terhadap dewa, menjadi alat dakwah, menjadi alat seni pertunjukan untuk menghibur masyarakat, hingga menjadi alat kekuasaan orang-orang yang berkuasa yang  berusaha memanfaatkannya, baik untuk suksesi diri dan golongannya maupun penanaman ideologi kepada orang lain melalui wayang. Dinamika perpolitikan di negri ini pun ada kalanya selalu dikaitkan dengan kehidupan dalam dunia wayang, baik itu nilai-nilai moralitas dalam wayang hingga hakikat penciptaan manusia dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sering di gambarkan dalam  wayang. Beberapa tokoh pergerakan nasional sering juga mengidentitaskan dirinya sebagai salah satu tokoh wayang yang tentunya dapat disimpulkan bahwa ia mencita-citakan dirinya sebagai orang yang ideal layaknya dalam kehidupan wayang ataupun sekedar

Curug Bengkelung, Geopark Mini di Selatan Pekalongan

Pekalongan tak kehabisan dengan objek wisata favorit, hal ini tak lepas dari munculnya spot-spot wisata baru yang memang tersebar di kabupaten ini. Wilayah utara berbatasan dengan pantai (Laut Jawa) dan wilayah selatan merupakan daerah perbukitan hijau yang luas yang tentu menyimpam sejumlah potensi pariwisata. Salah satu yang baru-baru ini menjadi daya tarik sejumlah wisatawan adalah Curug Bengkelung yang terletak di bagian selatan Kabupaten Pekalongan. Eksotisme alam berusaha ditawarkan tempat wisata ini, yakni perpaduan air terjun dan tebing berbatu yang alami. Meski terletak di daerah perbukitan, kerja sama masyarakat dan dinas pariwisata cukup baik sehingga potensi wisata yang sebelumnya kurang dikenal ini makin diminati, di antaranya adalah pembangunan akses jalan ke Curug Bengkelung yang begitu terawat serta adanya loket resmi untuk pembelian tiket para travelermenjadikan objek wisata ini nyaman dan terkondisikan tanpa calo atau preman. Sejumlah fasilitas pun