Skip to main content

Di Bawah Tapak Langit

Sebuah Perjalanan di Bawah Langit Depok hingga Bandung 


Petang itu 30 Desember 2013, saat cuaca kurang bersahabat karena dari sore hujan datang dan memabasahi tapak kaki di Bumi. Saya dan Fajar tetap berniat melangkahkan kaki ini untuk sebuah perjalanan yang bagi orang-orang mungkin aneh dan tak wajar. Kami akan berjalan dari Depok ke Bandung di akhir tahun ini. Sebuah perjalanan yang kurang lebihnya kami atasnamakan “misi keadilan”.

Rencana semula perjalanan ini akan diikuti tiga orang, sekarang ini harus siap berdua saja karena teman kami yang sedianya ikut harus bertemu dengan keluarganya yang sudah lama tidak bertemu dan mengunjunginya. Walaupun hanya berdua kami tidak kehilangan asa dan semangat untuk tetap melanjutkan misi ini “Keadilan” di tahun baru 2014 yang lebih baik. Tapi saat kami tetap berniat jalan kaki walaupun hanya dua orang, alhamdulillah ada teman kami yang tiba-tiba bersedia ikut untuk mengadakan perjalanan ini dia adalah Muzayin anggota teman kami PMII asal Lamongan yang baru saja pulang dari aksi di istana dan sekarang berada di sekretariat PMII UI.

Akhirnya perjalanan pun kami mulai selepas isya, dengan beberapa perbekalan yang ada kami niatkan dengan tulus untuk melakukan perjalanan ini, dimulai dari sekretariat PMII kami pun malangkah menuju Bandung yang kami yakini dapat menggapainya dalam 2-3 hari meskipun pada akahirnya tidak semudah itu karena beragam halangan yang datang.

Malam pertama pun kami lalui dengan nuansa basah yang menggerayangi tubuh ini dan jalanan yang becek menjadikan kami untuk senantiasa mencari tempat teduh yang tentunya menyita waktu cukup banyak, maklum di antara kami masih ada yang kurang sehat badannya. Tapi, berhubung masih memiliki niatan dan semangat kami pun tetap berjalan melintasi jalanan di sekitar Depok dan Cibinong tengah malam, melintasi beberapa wilayah yang kami tidak kenal, petunjuk arah yang kami yakini kebenarannya pun mulai kami ragukan dan lebih memilih insting yang kami miliki. Perjalanan di tengah malam melewati perumahan tentunya mengundang beberapa petugas keamanan yang terkadang menyapa kami dengan penuh curiga. Tapi semua itu bukanlah menjadi beban bagi kami, hingga hujan besar kembali datang dan kami pun memutuskan rehat pada pukul 03.00 wib di tepian jalan untuk berlindung dari hujan.

Pagi tanggal 31 Desember 2013 pun menjumpai kami dan kami pun meneruskan perjalanan dalam kondisi cuaca yang basah. Ponco yang kami bawah sebenarnya cukup melindungi kami tapi dengan beragam alasan yang ada kami pun melihat kuantitas hujan yang datang, jika hujan cukup besar karena perjalanan masih jauh maka kami memilih untuk rehat cukup lama demi kondisi badan yang fit. Pag ini kami sudah mencapai Cibinong dan wilayah Bogor kota untuk kemudian menuju rute perjalanan ke Sentul.

Setelah makan nasi uduk di tepian jalan Raya Bogor kami pun melanjutkan perjalanan ke arah Sentul yang bagi kami jalan ini masih nampak asing dan pada selanjutnya pun kami merasa bertambah asing dan ragu dengan jalanan yang ada, bagaiamana tidak kami harus melewati perumahan dan perkampungan yang berada di wilayah bukit di mana jalanan yang ada naik turun dan banyak tikungan, sempit serta becek sehingga tidak heran satu rekan kami mengalami cider pada wilayah kaki. Kali ini kami benar-benar menyesali menggunakan GPS, meskipun pada akhirnya setelah melewati bukit-bukit yang cukup suram dan desa-desa yang tidak kami kenal serta jalanan rusak tak beraspal kami menemukan jalan keluar, di mana jalan tersebut berada di jalan raya puncak wilayah Cisarua (Polsek). Tentunya untuk menemukan wilayah ini kami tidak mengalami kemudahan, beberapa kali nyasar. Tapi semangat dan niatan tulus yang kami usahakan adanya, merupakan dasar kami menemukan kebenaran-kebenaran yang ada.

Ternyata ini akhir tahun 2013 sehingga dalam langkah-langkah kami yang sudah mulai sempoyongan, berharap dalam doa akan tahun 2014 yang lebih baik. Hingga akhirnya malam datang dan kami masih berada di wilayah Cisarua, dengan kondisi salah satu rekan kami yang tidak sehat karena harus berjalan pincang akibat cidera di perjalanan sebelumnya yang penuh jalanan lika-liku, maka kami pun berjalan perlahan dan sesekali menuju tempat peristirahatan di Pom Bensin yang ada. Sampai pada akhirnya, kami niatkan untuk etap berjalan dengan kondisi yang ada meski harus perlahan dan tidak disangka kembang api sudah banyak dinyalakan di sepanjang jalanan Puncak Cisarua, yang menunjukkan bahwa tahun 2014 sudah menjumpai kami. Kami pun berhenti sejenak, selain melihat kembang api juga melakukan perenungan hidup yang sudah kami lalui selama setahun ini.

Sehubungan dengan cideranya rekan kami, gerimis juga datang dan udara puncak sudah mulai menusuk maka kami pun memilih Pom bensin yang ada di depan kami untuk dijadikan tempat istirahat sampai besok, semoga kaki teman kami kembali pulih dan perjalanan ke Bandung berjalan dengan lancar.

Pagi, tanggal 1 Januari 2014 perjalanan masih saja di Puncak dengan kondisi kaki teman kami yang pincang menambah perjalanan ini semakin pelan dan seolah-olah harapan untuk ke Bandung semakin menipis, apalagi perjalanan masih jauh ditambah jalanan di puncak yang menanjak dan berkabut menambah rasa suram itu. Tapi semangat dari rekan kami yang sudah terpincang itu menambah semangat kami untuk tetap berjalan meski dengan pelan dan terseok-seok. Hingga akhirnya setelah  melewati gerimis di Puncak, jalanan menanjak dan menurun di Puncak, kabut yang tebal di Puncak kami pun sampai pada wilayah Cianjur dengan pemandangan Gunung Gede-nya yang kokoh dan mempesona. Sejenak rasa lelah kami menghilang dengan pemandangan yang ada, meski akhirnya kembali lagi dan cidera teman kami semakin berat. Godaan-godaan pun berdatangan dan candaan-candaan yang kami miliki berhasil memotivasi kami untuk tetap melanjutkan perjalanan “semprul” ini.

Perjalanan di Cianjur ini sedikit melelahkan selain panjang dan tenaga kami yang cukup terkuras oleh panas, juga kami kembali berjalan terseok-seok untuk menyesuaikan jalan dari teman kami yang cidera, tapi harapan-harapan selalu ada ketika kami mencari tempat istirahat dan saling memberikan semangat. Perjalanan pun sampai ke wilayah istana Presiden di Cipanas dan berlanjut ke wilayah-wilayah lain di Cianjur hingga senjakala datang dan kami masih terengah-engah di jalanan yang basah oleh gerimis yang tak kunjung usai. Kami tahu Bandung masih jauh sehingga tidak ada cara lain selain melanjutkan perjalanan dengan semangat dan melenyapkan rasa lelah serta cidera yang ada. Malam pun datang dan kami tetap berjalan apalagi ada harapan akan adanya plang hijau yang mencantumkan bahwa kota Cianjur ada di depan mata dan tentunya Bandung kami rasa tidak jauh lagi, meski pada akhirnya semangat kembali surut ketika mengetahui jarak ke Bandung dari plang masih harus ditempuh sejauh 100 kilometer lebih.

Akhirnya kami memilih berjalan untuk mencari tempat istirahat malam ini yang tentu saja adalah di POM bensin lagi sebagi hotel gratisan, saat ini malam sudah pekat dan kami masih di wilayah Cianjur tapi alhamdulillah kami berada di jalan Nasional Cianjur-Bandung sehingga kami masih memiliki keyakinan untuk mencapai Bandung pada esok hari. Kami pun segera istirahat karena kaki teman kami sudah semakin tidak tolerir dengan keadaan yang ada.

Akhirnya pagi tanggal 2 Januari 2014 pun datang dan kami segera bergegas melanjutkan perjalanan, setelah menjalankan salat subuh kami pun bangkit dan memulihkan keadaan yang ada untuk kemudian dilanjutkan dengan perjalanan kembali menyusuri jalan yang terasa tiada ujung.

Pagi hingga siang perjalanan masih berkutat di jalan Raya Nasional Cianjur- Bandung yang begitu panjang dan serasa tiada ujung, kami pun beberapa kali mengambil waktu untuk istirahat hingga akhirnya kami sampai di sebuah tempat yang menunjukkan bahwa sebentar lagi kami akan sampai di wilayah Padalarang, sebuah tempat yang tidak jauh berbeda dengan topografi wilayah Puncak Bogor yang begitu curam jalanannya. Tapi itu masih puluhan kilo lagi, sedangkan dari tadi pagi teman kami yang cidera kaki sudah berniat untuk menghentikan perjalanan karena memang kakinya sudah dirasa tidak mampu menahan perjalanan jauh lagi. Tapi dengan bantuan kami untuk brjalan pelan dan memberikan dorongan serta bantuan jalan, kami pun berhasil sampai ke perbatasan Cianjur dan Kabupaten Bandung Selatan. Di Bandung Selatan inilah kami yang tadinya berjumlah tiga orang untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Kota Bandung hanya dengan dua orang karena memang satu rekan kami (Si Fajar) tidak mampu melanjutkan perjalanan lagi, kaki sudah dirasa tidak mampu berjalan dengan baik apalagi jalanan di depan adalah tanjakan Padalarang. Di sebuah masjid di tepian jalan Bandung selatan kami dengan bangga dan sedih berpamitan untuk melanjutkan sisa perjalanan yang ada.

Si Fajar dengan tulus melepaskan kami berdua, dan dia rela ditinggal demi keberhasilan misi yang ada. Kami pun melanjutkan perjalanan yang tersisa, dan dengan semangat melangkahkan kaki kami untuk semakin menjauh dengan rekan kami tersebut. Rute selanjutnya yakni Padalarang begitu menguras tenaga karena jalanan yang begitu menanjak serta harus menghindari kendaraan besar baik bis yang melaju maupun truk pengangkut pasir yang sedang berhati-hati melawati tikungan-tikungan yang ada.

Senjakala kembali menampakkan tajinya untuk kemudian malam datang dan gelap pun menyelimuti kami, jalanan yang menanjak dan curam serta gelap menambah kami untuk tetap berhati-hati. Harapan untuk melihat kelap-kelip lampu yang kami rasa sebagai kota tujuan kami, sungguh tidak kami lihat selain lampu-lampu dari kendaraan yang berusaha untuk melaju dengan hati-hati menghindari jurang di tikungan-tikungan yang mereka lalui. Tanjakan Padalarang memang begitu adanya.

Sampai pada akhirnya kami melihat lampu-lampu kota Padalarang dan memutuskan berhenti serta mencari tempat istirahat, di mana Pom bensin tetap menjadi destinasi peristirahatan kami. Kami pun meluruskan kaki yang sudah begitu kaku, termasuk saya yang seolah-olah tidak mampu berjalan lagi tapi alhamdulillah panasnya balsem sedikit demi sedikit memulihkan tulang yang kaku tersebut. Kami beristirahat di Mushola dalam kondisi tulang yang sudah begitu kaku untuk dilipat maupun diluruskan, seolah-olah ini pengahabisan padahal masih ada tujuan selanjutnya yang mungkin tinggal impian meski sudah di depan mata. Kaki ini begitu kaku karena saya dan Muzayyin mengeluarkan tenaga semaksimal mungkin saat berjalan dari perbatasan Bandung Selatan hingga Padalarang, begitu cepat dan jarang melepas lelah untuk sekedar menekuk lutut dan minum.  

Pagi hari sekitar pukul 03.00 wib dalam kondisi tidur yang terjaga kami merasa agak baikkan, sehingga memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dan mengabiskan sisa perjalanan yang ada. Masih ada puluhan kilo dan tempat yang harus kami tuju yakni pengadilan negeri Bandung. Tempat di mana simbol keadilan di Jawa Barat berada alias hukum yang diperjuangkan oleh orang-orang yang menuntut keadilan. Begitu juga pengadilan Negeri Bandung adalah tempat disidangnya seorang sahabat PMII Indramayu atas pembelaannya terhadap petani di wilayahnya oleh oknum-oknum yang dianggapnya lalim.

Perjalanan kami lanjutkan dalam kondisi gelap dengan kaki yang terseok-seok, hingga akhirnya pagi bercahaya datang dan sekarang adalah tanggal 3 Januari 2014 kami pun berhasi melangkahkan kaki di kota Bandung dengan sambutan Matahari pagi yang begitu hangat. Kami sampai di Kota bandung tapi masih ada tugas yang harus diselesaikan yang mana ini juga misi utama yakni menuju ke Pengadilan Negeri Bandung, dan kami tidak mengerti lokasi yang vital ini. Setelah bertanya-tanya kami pun melangkahkan kaki ini dengan penuh kelelahan ditambah kami sempat nyasar dan beberapa kali gagal menemukan tempat tujuan ini karena memang bagi kami tempatnya begitu tersembunyi dan berada di lingkungan perkotaan dengan jalanan yang begitu membingungkan pula. Hingga akhirnya sebelum melaksanakan sholat Jumat, kami pun menemukan tempat tujuan dan langsung mengibarkan kain mori di dalam Pengadilan Negeri Bandung bertuliskan “Tahun 2014 #Keadilan” yang tujuannya kami maksudkan sebagai harapan-harapan akan keadilan yang lebih baik di tahun 2014 ini.

Sungguh tidak disangka kaki ini sudah sampai di Bandung dengan modal semangat dan niatan yang kuat. Jarak yang kami tempuh (sekitar 150 KM) mungkin tidak seberapa dibanding perjuangan orang-orang yang mengharapkan untuk menemukan kebenaran dan keadilan di negeri ini. Semoga apa yang kami lakukan yang sejatinya adalah simbolisasi dari keadaan orang pinggirang (pejalan kaki) mampu memberikan kontribusi dan inspirasi untuk semangat keadaan yang lebih baik di negeri ini. Baik secara pribadi maupun secara organisasi PMII UI kami mengucapkan selamat berjuang untuk semuanya dan salam pergerakan‼
















Comments

Popular posts from this blog

Makhluk Paradoksal Itu Bernama Prabu Watu Gunung

Prabu Wat u G unu ng : Sebuah Tragedi Moralitas Perkawinana Anak dan Ibu Latar Belakang Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 pulau, dan tentunya memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, begitu juga dengan keanekaragaman masyarakat yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga melahirkan budaya-budaya yang beranekaragam pula dengan nilai yang tak terhingga. Nenek moyang bangsa Indonesia adalah manusia yang penuh dengan kekreativitasan dalam berkarya seni dan pandai dalam memaknai dan mengelolah segala yang ada di alam sekitar. Bukti-bukti sejarah telah memberikan pemahaman akan hal tersebut, baik itu dalam bentuk situs seperti candi maupun peninggalan lain dalam bentuk tulisan yang terangkai indah dalam prasasti maupun teks-teks yang terwariskan. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan kondisi masy a rakat sekarang yang cenderung bangga terhadap budaya asing yang terkesan lata .

Point Of View Pertunjukan Wayang Kulit: Lakon Kumbakarno Gugur Dalam Kaitannya dengan Kehidupan Politik Berbangsa dan Bernegara di Indonesia

Pendahuuan Wayang sebagai kebudayaan nasional memiliki sejarah panjang dalam berbagai konteks dan dinamika kehidupan di Nusantara hingga menjadi negara yang bernama Indonesia. Menjadi alat ritual sesembahan terhadap dewa, menjadi alat dakwah, menjadi alat seni pertunjukan untuk menghibur masyarakat, hingga menjadi alat kekuasaan orang-orang yang berkuasa yang  berusaha memanfaatkannya, baik untuk suksesi diri dan golongannya maupun penanaman ideologi kepada orang lain melalui wayang. Dinamika perpolitikan di negri ini pun ada kalanya selalu dikaitkan dengan kehidupan dalam dunia wayang, baik itu nilai-nilai moralitas dalam wayang hingga hakikat penciptaan manusia dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sering di gambarkan dalam  wayang. Beberapa tokoh pergerakan nasional sering juga mengidentitaskan dirinya sebagai salah satu tokoh wayang yang tentunya dapat disimpulkan bahwa ia mencita-citakan dirinya sebagai orang yang ideal layaknya dalam kehidupan wayang ataupun sekedar

Curug Bengkelung, Geopark Mini di Selatan Pekalongan

Pekalongan tak kehabisan dengan objek wisata favorit, hal ini tak lepas dari munculnya spot-spot wisata baru yang memang tersebar di kabupaten ini. Wilayah utara berbatasan dengan pantai (Laut Jawa) dan wilayah selatan merupakan daerah perbukitan hijau yang luas yang tentu menyimpam sejumlah potensi pariwisata. Salah satu yang baru-baru ini menjadi daya tarik sejumlah wisatawan adalah Curug Bengkelung yang terletak di bagian selatan Kabupaten Pekalongan. Eksotisme alam berusaha ditawarkan tempat wisata ini, yakni perpaduan air terjun dan tebing berbatu yang alami. Meski terletak di daerah perbukitan, kerja sama masyarakat dan dinas pariwisata cukup baik sehingga potensi wisata yang sebelumnya kurang dikenal ini makin diminati, di antaranya adalah pembangunan akses jalan ke Curug Bengkelung yang begitu terawat serta adanya loket resmi untuk pembelian tiket para travelermenjadikan objek wisata ini nyaman dan terkondisikan tanpa calo atau preman. Sejumlah fasilitas pun